Selasa, 15 Desember 2015

VIDEO PESAN DAN KESAN TOD (TRAINING ORGANISASI DAKWAH)
UKKI AT-TARBIYAH

UKKI AT-TARBIYAH, merupakan salah satu organisasi di IKIP PGRI Madiun yang berperan aktif didalam kerohanian Islam. Kegiatan UKKI sebagian besar menangui gerak mahasiswa di bidang dakwah. Ada ungkapan yang menyatakan bahwa dakwah adalah kebutuhan. Ketika di jaman Rasulullah keberadaan dakwah senantiasa dilakukan. Namun, di era saat ini tidak begitu dilaksanakan. Banyak faktor penyebab mengapa langkah gerak dakwah tidak begitu diterapkan. Padahal, bila ditelaah lebih lanjut. Keberadaan dakwah sangatlah benyak menguntungkan. Bisa mempererat ukhuwah (persaudaraan) umat muslim. Di nilai dari sosialnya bisa mempererat persaudaraan umat muslim. Karena apa ketika kegiatan tersebut rutin artinya walaupun dilakukan dalam setiap minggu sekali itu sudah memiliki manfaat yang luar biasa. Dari dakwah baik secara langsung ataupun tidak sudah bisa menjadi sarana untuk mengingatkan kita agar kembali menjadi hakikat manusia sesungguhnya sebagai hamba Allah yang seharusnya. Seharusnya bagaimana? Seharusnya yang senantiasa mencintaiNya.

Kenapa harus mencintaiNya? Tidakkah kau ingat perjuangan Rasulullah yang telah memperjuangkan Islam. Ada ibarat yang menyatakan. Bila jiwa kaula muda memberikan isyarat sayangnya di zaman dahulu nihhh... mereka selalu menggunakan surat. Bahkan bukan hanya jiwa kaula muda ungkapan seorang anak pada ibunya pun juga menggunakan surat. Lalu, apa sih bukti Allah mencintai kita? Kalau zaman dahulu surat, Allah pun juga melalui surat yaitu surah-surah yang di dalam Al-Qur'an yang Allah wahyukan kepada Rasul kita. So, kita juga harus mulai berpikir? Jangan hanya kehidupan dunia saja. Tetapi kalau bisa beramal itu harus seimbang antara amalan dunia dan akhirat. Dalam suatu hadist juga dikatakan bahwa orang yang hanya mencari salah satu atau mempelajari salah satu ilmu saja kita ibarat orang yang pincang.

Oh, ya sobat hampir lupa hmmm kenapa ya kok banyak faktor yang menyebabkan lengahnya gerakan dakwah ini? Ada banyak memang, tetapi bila dipandang dari beberapa perspektif misalnya nihh. .
1. Mereka takut dianggap teroris.
2. Mereka takut terkena doktrin atau radikalisme yang sedang maraknya.
Dari dua tersebut yang mau saya bahas karena lagi bombastisnya di sekarang ini. Memang terkadang anggapan itu muncul ketika seseorang memandang dari sebelah mata. Padahal tidak semua hal itu berawal dari suatu organisasi yang menangui di dalam ke-Islaman kan. Bergantung dari individunya seseorang dan juga bergantung dari seluk beluk didalamnya. Harusnya mereka tidak memandang sebelah mata dan mau mencari terlebih dahulu seluk beluk terjadinya atau munculnya organisasi tersebut. Sedangkan bergantung dari individunya ialah bergatung apakah seseorang itu mudah terpengaruh atau tidak. Artinya dia tau individu harus leih teliti ketika ia masuk ke dalam organisasi maksudnya sama harus tau seluk beluk terjadinya gerakan itu dan dari langkah gerak mereka kita juga harus pandai memilah.

Selain itu, kita juga harus pandai bisa jadi gerakan yang bernotabe mengarahkan ke arah radikal dan terorisme jangan-jangan bukan orang Islam yang membuat. Karena apa? banyak cara orang kafir dan para musuh-musuh Allah menjelma untuk merusak Islam dengan cara memecah belah umat Islam sendiri. Karena mereka tau, ketika orang Islam diserang dengan fisik mereka akan semakin kuat. Tetapi bila mereka diserang melalui jalan yang lain, justru lebih mudah. Bila kita kaitkan kronologi ini kita bisa menelaah sejarah dan dihubungkan dengan adanya gawzl fikr yang sekarang ini telah menjadi momok atau penyakit yang tengah menjangkiti umat muslim. So, kita sebagai umat muslim harus mulai waspada.

Berbicara tentang gerakan dakwah kampus, kita akan tau. Bahwa pergerakan diawali atau dimulai oleh KH. Rahmat Abdullah. Beliau berasal dari mesir. Kita tau bahwa di zaman Rasulullah dakwah selalu dilakukan. Bahkan dalam seminggu sekali Rasullah selalu melakukannya dengan para sahabat. Gerakan dakwah di mesir ialah Ikhwanul Muslimin. Ketika KH. Rahmat Abdullah menerapkan Dakwah Kampus di ITB. Beliau menamainya dengan tarbiyah. Tarbiyah sendiri secara bahasa artinya pendidikan. Lalu kemudian, dari satu itu mulailah berkembang gerakan-gerakan dakwah kampus di berbagai universitas. Sehingga, muncullah apa itu yang dinakan FSLDK. FSLDK merupakan gabungan atau kumpulan dari LDK-LDK yang ada di Indonesia.

Dari LDK dan FSLDK itu bila kita lihat sejarah juga mengarah kepada KAMMI. KAMMI merupakan hasil dari FSLDK. Tujuan KAMMI ketika itu untuk menangui mahasiswa di bidang politik, yaitu untuk menegakkan berbagai kebijakan di Indonesia. KAMMI memang memfasilitasi mahasiswa untuk bergerak di bidang penegakkan segala kebijakan. Namun, keberadaan KAMMI tidak boleh berada di dalam kampus, tetapi berada di luar kampus. Karena tidak mungkin bila suatu organisasi di dalam kampus yang meranah ke arah sejauh itu. Tepatnya hal itu dibentuk ketika zaman rezim Soeharto. Karena kita tau juga mahasiswa itu dekat dengan rakyat dan juga dekat dengan pemerintah. Sehingga kita sebagai mahasiswa harus bisa sebagai agen yang mampu membawa perubahan.

Singkatnya, bila kita masuk atau mengikuti suatu pergerakan, kita harus mampu dan bisa menelaah sejarah terbentuknya organisasi itu. Jangan asal masuk, lalu kemudian bila kita sudah tau kita mantapkan sudahkan kita sefikroh atau sejalan dengan gerakan tersebut. Terlalu panjang cerita tersebut, intinya kegiatan TOD UKKI IKIP PGRI Madiun tersebut bertujuan untuk mengukuhkan ukhuwah mereka, dan mereka tidak mudah goyah terhadap gerakan dakwah ini, lalu supaya pengurus UKKI semakin tau bagaimana cara mempersiapkan diri menjadi seorang aktivis dakwah kampus. Pesan saya semoga UKKI AT_TARBIYAH semakin berjaya, dan bisa menjadi agen perubahan. Terlihat atau tidaknya kita di setiap fana tidaklah hal yang terpenting. Karena apa segala sesuatu bergantung pada niatnya. So, niatkanlah segala sesuatunya karena Allah. Insha Allah, berkah. Dan ingatlah "Barangsiapa menolong agama Allah, maka Allah akan menolongmu", Jangan lelah beramal jama'i...... UKKI AT-TARBIYAH LUAR BIASA.... Karena Allah sebagai pengikat kita dan saksi kita. ALLAHU AKBAR.

NB: Penulis masih amatir, jadi mohon dimaklumi... hehe ... ^_^

Jumat, 11 Desember 2015

Setiap hari adalah hari ibu by Al-Fatih Crew_Mading UKKI At-Tarbiyah_IKIP PGRI Madiun

BUKAN HARI IBU

Madiun, 22 Desember 2014

Hari ibu yang sudah menjadi tradisi perayaan setiap tanggal 22 desember, ternyata memiliki makna tersendiri menurut kacamata Islam. Berbagai sumber mengatakan bahwasanya hari ibu itu kedudukannya sama dengan Hari Valentine, April Mop, Tahun Baru Masehi, Hari Bumi dan hari-hari lainnya yang bermuara pada kepercayaan orang-orang barat.
Menurut Islam sendiri merayakan peringatan hari ibu dikatakan bid’ah. Sesungguhnya setiap hari raya yang menyelisihi hari raya syar’I adalah bid’ah semuanya, tidak dikenal dimasa salafus sholih. Bahkan bisa jadi, hari raya itu berasal dari non muslim yang di dalamnya terdapat kebid’ahan dan tasyabuh (menyerupai) musuh-musuh Allah SWT. Ada beberapa hari raya syar’i yang dilakukan umat islam seperti; Idul Fitri, Idul Adha dan Ied dalam sepekan yaitu
(hari Jum’at). Dan didalam Islam tidak ada hari raya kecuali hanya tiga yang telah dijelaskan diatas, semua perayaan yang ada selain yang tiga tersebut adalah tertolak dan bathil menurut syari’at Allah SWT dikatakan demikian karena berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang artinya sebagai berikut.

“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang bukan dari urusanku (Islam), maka amalan tersebut tertolak”.
Sehingga berdasarkan ayat diatas maka, perayaan “hari ibu” tidak diperbolehkan dalam islam. Namun, sejalan dengan pemikiran tersebut bila dikaitkan antara perayaan hari ibu dengan kedudukan ibu yang terdapat pada beberapa ayat Al-qur’an dan Al-hadits yang artinya sebagai berikut:

Dari Abu Hurairah r.a, Rasululloh saw bersabda, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).

Dan jawaban mengenai, ayat diatas dapat dijelaskan dalam surat Al-Ahqaaf yang artinya sebagai berikut.

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. Berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15).

Sehingga, alangkah lebih baiknya jika peringatan hari ibu tidak hanya bertujuan untuk sekedar seremonial saja, atau hanya sekedar hura hura/ramai-ramai, tetapi hal itu harus dimaknai dengan sungguh-sungguh yang dapat menggugah dan mengingatkan kita semua betapa mulia sebutan dan kedudukan seorang ibu dalam kehidupan umat manusia, yang tentunya hal itu bukan berarti mengabaikan peran bapak. Karena pada hakikatnya kedua orang tua berorientasi mendidik anaknya agar dapat terkawal dan terarah hingga menjadi anak yang shaleh-shalihah.

So, sampai kapan tetaplah bangga dan cintailah kedua orang tuamu, terlebih-lebih lagi kepada ibumu. Cintailah ibumu tanpa harus menunggu moment-moment perayaan hari yang dibuat oleh orang-orang barat. Selain itu, kita juga boleh dan patut berbangga dan berbahagia, karena telah mampu mencetak kader umat, kader bangsa hingga siap memimpin. …. Dari dalam rahimmulah, lahir pemimpin-pemimpin besar dunia yang mampu membawa perubahan-perubahan besar revolusioner ke arah kemajuan peradaban dunia… Bersyukurlah seorang Ayah, karena di balik ‘kebesaranmu’ dan keberhasilanmu, dalam berkarir dan memimpin terdapat seorang pendukung sejati yang sangat setia mendampingi dan menemanimu, bahkan hingga akhir usiamu, dialah Ibu… SELAMAT MEMPERINGATI HARI IBU, JASA-JASAMU AKAN TERUS TERKENANG, MENERANGI DAN MENCERAHKAN PERADABAN NEGERI INI,… Barakallah..Semoga Bermanfaat.








Jaysmine

15/12/2014

Minggu, 16 Agustus 2015

Tugas Mata Kuliah Sejarah Sastra: Analisis Tema-Tema Sensitif dalam Kumpulan Cerpen Angkatan Tahun 2000an oleh mahasiswa PBSI IKIP PGRI Madiun


ANALISIS TEMA-TEMA SENSITIF
DALAM KUMPULAN CERPEN ANGKATAN TAHUN 2000AN
BERDASARKAN PENDEKATAN OBJEKTIF (TEMA) DAN FUNGSI
Oleh
Jayanti Dwi Lestari
14311041

A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Menurut Rachmat Djoko Pradopo (2007: 114-115), karya sastra tidak lepas dari penulisnya. Tidak lepas dimaksudkan bahwa penulis/pengarang telah mampu memberikan intensinya dalam berkarya. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam hakikat lain dikatakanlah pula bahwa karya sastra merupakan luapan atau penjelmaan perasaan, pikiran, dan pengalaman dari pengarangnya. Untuk itu dapat dikatakan bahwa karya sastra bisa saja dilakukan dengan adanya proses kreatif yang dimiliki oleh seorang pengarang. Proses kreatif pengarang ini biasanya dapat dijumpai pada sejenis atau beberapa karya sastra rekaan seperti novel atau cerpen. Sehingga dalam karya sastra tersebut banyak terdapat pemikiran-pemikiran baru yang diciptakan oleh pengarangnya. Hal itu dapat dilihat dari tema cerita yang disajikan seorang pengarang melalui kerangka pemikirannya, sehingga terciptalah cerita dengan berbagai tema yang variatif.
Jika dikaitkan dengan peride sastra maka dari tahun ke tahun tentu karya sastra mengalami perkembangan. Perkembangan ini dapat dilihat ketika proses pengarang dari generasi ke generasi saat memperkenalkan karya sastra yang dibuatnya. Karya sastra ini selalu menunjukkan berbagai tema dengan variasi pemikiran yang diciptakan pengarangnya. Untuk itu dalam analisis ini, penyaji akan menyuguhkan beberapa tema sensitif yang pernah diangkat pengarang di era tahun 2000an. Tema-tema sensitif ini tentulah berkaitan dengan cerita yang dianggap tabu, karena ceritanya sedikit vulgar dan beberapa mengarah kepada dunia seks perempuan dan laki-laki, ada pula yang menceritakan kehidupan gay atau homoseksual, biseks atau lesbian. Untuk mengetahui lebih lanjut objek yang akan diamati dalam kajian analisis tema sensitif ini, maka akan dijelaskan pada tahapan selanjutnya. 
2.      Objek Analisis
Objek analisis adalah sesuatu yang ingin dianalisis. Oleh karena itu, wujud yang tepat dalam kajian analisis ini penyaji memilih kumpulan cerpen. Sehingga yang terpilih dalam kajian ini tentulah beberapa kumpulan cerpen yang memiliki tema berkonotasi sensitif. Penyaji memilih dua sumber referensi yang akan dianalisis temanya. Referensi tersebut ialah kumpulan cerpen berjudul Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu.
3.      Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang dan objek analisis adalah sebagai berikut.
a.       Apa tema sensitif yang diangkat dalam kumpulan cerpen tersebut?
b.      Adakah perbandingan antara tema dalam kedua kumpulan cerpen tersebut?
c.       Apa fungsi tema sensitif bagi  masyarakat?
4.      Teori Analisis
Dalam pembahasan analisis ini penyaji memilih menggunakan teori dari Ambrams yakni pendekatan objektif. Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan pada karya itu sendiri (Abrams dalam Partini Sardjono Pradotokusumo, 2005: 63). Menitikberatkan karya sastra itu sendiri dimaksudkan tentang unsur-unsur pembangun karya sastra tersebut. Oleh karena itu, yang digunakan pada pendekatan objektif hanyalah difokuskan kepada tema dan beberapa cuplikan penggalan teks yang mengacu di dalam penguatan tema tersebut.
Selain pendekatan Abrams yang mengacu pada tema, penyaji juga memilih teori fungsi. Teori fungsi ini berkenaan dengan fungsi cerita tersebut bagi masyarakat. Sehingga dapat diketahui pula karya sastra bertema sensitif pun dapat diterima oleh masyarakat.
5.      Metode Analisis
Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (Iskandarwasid dan Dadang Sunendar dalam V. Teguh Suharto, 2015: 77). Jadi jika metode adalah cara, maka dalam menganalisis penyaji membuat kerangka kerja terlebih dahulu. Kerangka tersebut meliputi dari objek yang akan dianalisis, kemudian apa yang ingin dicari dari objek tersebut atau biasa disebut dengan rumusan masalah, lalu setelah itu menentukan teori apa yang tepat untuk membahas rumusan masalah. Setelah serangkaian tersebut terpenuhi maka penyaji baru bisa melakukan analisis lebih lanjut.
Sehingga dalam hal ini objek yang akan dianalisis adalah kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. Dari kedua kumpulan cerpen tersebut didapat rumusan masalah berupa tema sensitif dalam karya tersebut, lalu perbandingan tema antara kedua sastra, baru kemudian fungsi tema sensitif di kalangan masyarakat. Setelah rumusan masalah didapat, maka teori yang tepat digunakan pendekatan objektif lebih kepada tema dan teori fungsi. Sehingga dari rumusan masalah akan mampu dijawab dan dibahas lebih lanjut melalui penggunaan teori yang dipilih dalam analisis.

B.     Pembahasan
1.      Tema Sensitif dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu
Cerita yang diangkat dalam kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso lebih menekankan kepada realita hubungan manusia yang rumit. Sebelum mengacu kepada pembahasan tema yang sensitif, maka analisis pertama ialah yang bersinggungan dengan judul kumpulan cerpen tersebut.
Perempuan Bersampan Cadik lebih terpacu pada cuplikan cerita berjudul Bulan Purnama, Perempuan Bercadar Bersampan Cadik. Di dalam cerpen tersebut menceritakan tentang seorang wanita bercadar yang menjadi budak juragan di suatu tempat. Kemudian, perempuan itu beserta kawan-kawan budaknya selalu dianiaya. Namun, wanita itu tidak pernah berhenti berdoa. Dia berkeinginan untuk bisa pulang ke halaman rumahnya. Tidak banyak yang bisa terbebas dan selamat sampai tujuan untuk kembali pulang ke rumahnya. Dengan doanya, wanita itu berhasil kembali ke kampung halaman rumahnya. Berkat seorang lelaki yang memberikan dia kuda untuk lari dari tempat juragan.
Dalam Bulan Purnama, Perempuan Bercadar Bersampan Cadik tidak begitu kental ke sensitifannya. Namun ada beberapa kata yang menunjukkan ke vulgaran. Berikut cuplikan teks mengenai kata-kata berseni vulgar.
“Tidak. Tidak mungkin. Masih ada satu lagi. Seorang gadis berusia belasan, ranum, yang tak mungkin mati bahkan jika orang-orang dari kalian begitu beringas memerkosanya.”
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 1)
                        Dari cuplikan teks tersebut dapat diartikan wanita tersebut berani mengatakan kepada lelaki yang menyelamatkannya bahwa sekalipun ada yang memerkosanya ia akan tetap selamat sampai tujuan. Namun, memerkosa ini dapat diartikan tentang dua hal. Memerkosa dalam artian menyiksa si wanita atau memerkosa dalam artian merenggut kesuciannya. Jika dianalisis lebih lanjut kemungkinan bisa mengacu kepada pengertian kedua karena ada cuplikan penggambaran lelaki yang menyelamatkanya sebagai berikut.
Lelaki pemberi kuda berdegup, jakunnya naik-turun. Hasrat kelelakiannya menggerunjal.
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 2)
                        Selain cuplikan tersebut ada satu lagi sebagai berikut.
...pemandangan telanjang tubuh-tubuh ranum. Meskipun, jika mau, siapa pun yang menatap tajam dan jeli ke arah kelaras tetap dapat melihat sekelabat tubuh telanjang yang sedang terguyur air.
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 5)
                        Maksud dari cuplikan di atas menggambarkan siapapun orang yang mau melihat tubuh telanjang wanita-wanita yang mandi di pemandian wanita budak tadi bisa saja dilakukan dengan menatap secara tajam. Dua teks tersebut menyatakan adanya kevulgaran dalam cerita Bulan Purnama, Perempuan Bercadar Bersampan Cadik. Meskipun adanya kesesuian judul cerpen dengan judul buku. Tidak berkemungkinan temanya sensitif, maka tema cerpen Bulan Purnama, Perempuan Bercadar Bersampan Cadik ialah wanita dengan perjuangan hidupnya.
                        Bila tidak menemukan tema sensitif antara kesesuaian judul buku dengan judul cerpen terpilih, maka langkah selanjutnya mencari cerpen yang lain dalam kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik. Sehingga dalam hal ini terpilihlah cerpen Om Zus, Sangkar Hitam Seekor Merpati, dan Ciuman Terpanjang yang Ditunggu yang akan dianalisis. Secara singkatnya Om Zus bercerita tentang seseorang atau keponakan Om Zus yang menceritakan Om Zus. Om Zus diceritakan sebagai seseorang yang selalu berangkat malam dan pulang subuh sebagai gay. Gay ialah seorang lelaki berdandan layaknya wanita dan bekerja memenuhi hasrat nafsu lelaki yang lain, dengan harapan gay itu mendapatkan upah dari hasil kerjanya. Tidak diceritakan detail mengenai perbuatan Om Zus dengan laki-laki yang dipenuhi hasrat nafsunya. Namun, lebih kepada penceritaan kebiasaan Om Zus yang diintip si keponakannya dan perbincangan Zus dengan rekan-rekannya yang tergambar bahwa Zus ialah seorang Gay.
                        Setelah Om Zus beralih ke Sangkar Hitam Seekor Merpati yang menceritakan tentang seorang wanita yang suka berhubungan biseks. Biseks ialah wanita yang melakukan hubungan seks dengan sesama jenisnya atau biasanya disebut dengan lesbi atau lesbian. Jadi ceritanya ada seorang wanita yang sudah menjalin rumah tangga dengan laki-laki. Namun, akhirnya cerai dengan suaminya karena wanita itu melanggar janjinya. Dia berjanji setelah menikah tidak akan melakukan kebiasaan buruknya itu. Tetapi, wanita itu tidak menepati janji. Dan akhirnya ia diceraikan oleh suaminya. Bahkan diceritakan pula ketika masa muda bukan hanya dengan sejenisnya wanita itu juga melakukannya dengan laki-laki. Berikut ada cuplikan teks mengenai kebiasaan wanita itu.
“Awas, kamu nanti kena Aids,” itulah canda yang sering keluar dari bibir Mas Sam.
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 43).
                        Dari cuplikan di atas maksudnya ialah si suami wanita mengkhawatirkan sang istrinya terkena aids karena si wanita diketahui ketika masa mudanya sering berhubungan seks dengan laki-laki dan juga dengan wanita yang sejenis. Perceraian itu terjadi karena pelanggaran wanita itu terbongkar melalui buku harian yang ia tulis, emailnya, dan smsnya dengan teman sejenisnya yang diketahui oleh suaminya. Dan kemudian wanita itu amat begitu menyesal tergambar dari dari teks dalam cerita yang menyatakan si wanita terbayang wajah suaminya dan anaknya ketika pulang dari sekolah yang selalu ia ciumi. Namun apa daya, kini wanita itu telah bersama teman sejenisnya, teman yang seringkali ia ajak biseks.
                        Lalu yang terakhir ialah Ciuman Terpanjang yang Ditunggu menceritakan tentang perempuan yang menunggu seorang lelaki yang pernah diciumnya. Diawali dari sebuah sms. Teks sms:
aku datang malam ini. seperti malam kemarin atau malam-malam di masa depan...
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 47).
Sms itu membuat si wanita menunggu kedatangan lelaki, dan ketika lelaki itu datang ia ingin segera mencium bibir lelaki yang pernah ia cium tersebut. Namun, lelaki yang ditunggunya tak kunjung datang. Selain itu diceritakan pula wanita itu memang sering mencium lelaki yang dekat dengan dia. Dan diceritakan pula sanjungan para kaum lelaki terhadap dia akan semua ciuman yang pernah dilakukan si wanita. Tetapi, di akhir cerita ternyata wanita itu hanya menunggu dan terus menunggu. Sehingga itulah Ciuman Terpanjang yang Ditunggu wanita itu, karena apa yang ditunggunya tak jua datang.
                        Melalui ketiga cerpen di atas, ditemukanlah tema sensitif dalam Perempuan Bersampan Cadik. Pertama Om Zus bertema lelaki gay di malam hari. Kedua Sangkar Hitam Seekor Merpati bertema perempuan biseks yang terjebak. Ketiga penantian terpanjang wanita untuk mencium.
                        Setelah mengupas tuntas beberapa cerpen dan tema dalam Perempuan Bersampan Cadik, selanjutnya ialah membahas tentang tema pada kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. Diawali dari cerpen pertama yang jugaa sesuai dengan judul bukunya yakni Jangan Main-Main (dengan kelaminmu). Cerpen ini menceritakan tentang pengakuan keempat tokoh mengenai seorang lelaki yang sering bermain dengan kelaminnya dalam artian melakukan hubungan seksual dengan wanita lain dan juga istrinya yang sebenarnya semula hanya main-main. Namun, akhirnya ia tidak akan main-main lagi dan mengakui kesalahannya terhadap istrinya. Karena mau bagaimana lagi kalau istrinya sudah hamil. Meskipun istrinya itu tidak sedap dipandang. Dan wanita lain itu akhirnya bertindak tegas mungkin barangkali dalam artian meninggalkan laki-laki itu. Keempat tokoh tersebut ialah laki-laki yang main kelamin, teman laki-laki, wanita lain yang dekat dengan laki-laki yang suka main kelamin, dan terakhir istri si pemain kelamin yang tidak sedap lagi. Tidak sedap dalam artian wanita itu gemuk, cerewet dan tubuhnya banyak yang kendur berlemak. Berikut sedikit cuplikan yang menandakan adanya keempat tokoh yang terlibat dalam cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu).
Saya heran, selama lima tahun kami menjalin hubungan, tidak sekali pun ... . Bagi pria semapan saya, ...
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 1).

Saya heran, selama lima tahun mereka menjalin hubungan, tidak sekali pun ... . Tapi jika saya katakan hubungan mereka hanya main-main ...
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 1).

... . Ketika pada suatu hari ia terbangun dan terperanjat di sisi seonggok daging, ... . Saya butuh uang, ia butuh kesenangan. Serasi bukan? Namun begitu, saya sering menasehatinya supaya tak terlalu kejam begitu pada istri. ...
 (Djenar Maesa Ayu: 2007: 6-7).

Saya heran. Ternyata saya hamil. Padahal jarang sekali ia menyentuh saya. ... . Itu pun dengan lampu yang dipadamkan dan matanya pun selalu terpejam. ...
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 9-10).
                        Cuplikan di atas pertama pernyataan sang suami, kedua teman sang suami, ketiga wanita simpanan atau wanita gelap sang suami, dan keempat pernyataan dari sang istri. Untuk seni vulgar dapat dibuktikan melalui cuplikan berikut ini.
... . Bagi pria semapan saya, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin. Bayangkan! Berapa banyak main-main yang bisa saya lakukan dalam lima tahun.
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 1).

... . Tubuh tinggi semampai. Kaki belang. Rambut panjang. Leher jenjang. Pinggang bak gitar. Dan dua buah dada besar.
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 8).
Dari cuplikan di atas vulgar dapat dilihat cuplikan pertama sang suami atau laki-laki yang suka bermain-main kelamin (berhubungan seksual) dengan banyak wanita selama lima tahun. Cuplikan kedua ialah deskripsi sang suami mengenai fisik sang istri. Kata-kata yang dikatakan suami terkesan kata-kata yang vulgar sekali. Sehingga dua pembuktian telah menyatakan seni vulgar yang begitu vulgar dari pengarangnya.
Berkaitan dengan cerpen di atas ada beberapa cerita yang mendukung dalam penentuan tema sensitif ini, cerpen Mandi Sabun Mandi dan Payudara Nai Nai. Pertama Mandi Sabun Mandi menceritakan gambaran seorang lelaki pekerja kantoran yang sudah beristri seringkali melalukan hubungan seksual dengan seorang wanita bernama Sophie. Uniknya pengarang membumbui ceritanya dengan dialog antara meja dan cermin yang menjadi saksi perbuatan Sophie dengan beberapa laki-laki di kamar motel. Diakhir cerita, istri sang pekerja kantoran mengetahui adanya sabun mandi yang diselipkan Sophie di saku lelaki itu. Lelaki itu resah dan menelepon Sophie dikala Sophie sedang bercengkrama dengan lelaki lain. Berikut beberapa cuplikan penggalan teks yang menunjukkan adanya vulgar dalam cerpen.
... . Perempuan indo mengikuti dari belakang dengan tubuh masih telanjang. ...
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 19).

“Kok buru-buru? Enggak mau nambah?’ dengan manja perempuan indo membuka kembali resleting celana Si Mas.
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 19).
            Kedua cuplikan teks di atas menyatakan adanya unsur vulgar dalam cerpen. Pertama menyatakan secara langsung bahwa tubuh perempuan telanjang, kedua perempuan membuka resleting Si Mas atau si laki-lakinya. Kedua cuplikan teks tersebut juga sebagai pembuktian adanya bahasa yang disampaikan pengarang secara vulgar.
Setelah Mandi Sabun Mandi adalah cerpen Payudara Nai Nai. Payudara Nai Nai menceritakan tentang seorang gadis bernama Nai Nai yang namanya jika diartikan dalam bahasa Mandarin ialah payudara. Nai Nai merasa dikucilkan awalnya karena ia memiliki payudara kecil. Diceritakan pula gambaran para remaja yang keluar dari batas normal, mereka berani melakukan perilaku seks sebelum dewasa. Hal tersebut membuat Nai Nai menjadi seorang wanita yang menyendiri, karena Nai Nai sama sekali tidak tahu tentang hal seperti itu sebab ia merasa tidak akan ada lelaki yang mau dengan dia dengan fisik yang seperti itu atau tidak memiliki payudara. Rasa penasaran Nai Nai yang tinggi menghantarkan ia hingga membaca buku-buku stensilan milik ayahnya yang biasa dijual oleh ayahnya. Terlalu sering membaca membuat buku-buku stensilan membuat Nai Nai membayangkan dirinya menjadi tokoh dalam buku tersebut. Singkat cerita, Nai Nai menjadi terkenal dengan kepiawaiannya dalam menceritakan isi dari buku-buku stensilan.
Serangkaian uraian di atas, maka beberapa tema yang diangkat dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. Pertama, Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) tentang lelaki berhasrat seksual tinggi, Kedua Mandi Sabun Mandi tentang kelicikan dan kerapuhan hubungan gelap, dan ketiga Payudara Nai Nai tentang gadis dengan tekanan batin dan mendapat kebahagiaaan dengan cara kepadaiannya dalam bercerita seksual. Keseluruhan tema dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu dapat disimpulkan mengupas keseksualan.
2.      Perbandingan tema sensitif Kumpulan Cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu
Jika ditelaah lebih lanjut tema yang ditampilkan Djenar Maesa Ayu dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) lebih vulgar dibandingkan dengan kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso. Keseluruhan tergambar dari penyajian cuplikan teks pada pembahasan sebelumnya. Meskipun pada Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso tidak terlalu vulgar, Satmoko Budi Santoso juga sudah berhasil menampilkan cerita-cerita panorama kehidupan dunia gay, biseks, dan bebasnya ciuman di kalangan sejumlah manusia. Sehingga tema kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso lebih variaif dibandingkan kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu yang hanya menampilkan lingkup keseksualan.
Walaupun ada perbedaan diantara kedua karya tersebut, yang jelas masing-masing karya memiliki unsur cerita yang berseni vulgar, bertema sensitif, mampu mengungkapkan hal-hal yang biasa dianggap tabu atau tidak layak diperbincangkan. Sehingga kedua karya tersebut tetaplah karya yang luar biasa di era 2000an. Karena kedua karya mampu menampilkan tema-tema yang berani. Tema-tema yang belum pernah ada di era tahun sebelum-sebelumnya.
3.      Fungsi karya tema sensitif bagi masyarakat
Fungsi karya sastra bertema sensitif mungkin bagi setiap kalangan manusia berbeda-beda. Dalam kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik menurut Dr. Dede Oetomo, sosiolog dan Ketua Asosiasi Gay Indonesia Cerpen menyatakan bahwa Satmoko Budi Santoso telah mengajak manusia untuk menyelami dunia sekitar yang penuh hubungan manusia yang rumit. Khususnya cerpen Om Zus dan Sangkar Hitam Seekor Merpati telah mengajak orang untuk berempati dengan laki-laki gay dan perempuan biseks yang bisa jadi adalah diri manusia sendiri dan itu memang suguh menggambarkan tipikal manusia saat ini.
Selain Dr. Dede Oetomo, Joni Ariandinata juga mengatakan Satomoko Budi Santoso termasuk orang yang berani dalam berkaya. Ia berani menampilkan karya-karya yang ganjil bertema sensitif (seperti dunia gay misalnya), atau beberapa karya cerpen Satmoko Budi Santoso yang lainnya yang semula terkesan biasa menjadi terkesan memiliki keunikan tersendiri bagi pembacanya.
Dari pengungkapan kedua tokoh tersebut menyatakan bahwa pengangkatan tema sensitif diperbolehkan keberadaanya. Karena karya tersebut pun memang merupakan gambaran masyarakat yang sudah terjadi di masyarakat sekarang ini. Sebelum menguraikan fungsi dari tema sensitif tersebut, penyaji akan membahas terlebih dahulu karya sastra selanjutnya, karya sastra Djenar Maesa Ayu kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu).
Richard Oh mengatakan karya sastra Djenar Maesa Ayu ini merupakan karya dengan penuturan yang baru. Penulis berhasil menyulap bahan yang sederhana menjadi cerpen yang original. Djenar Maesa Ayu mampu menampilkan bahasa penuturan sastra yang bebas dari embel-embel formalitas. Sehingga itu merupakan keoriginalan yang ditampilkan Djenar Maesa Ayu yang berbeda dari pengarang lainnya. Dan merupakan sesuatu yang baru di dalam berkarya sastra. Karena Djenar Maesa Ayu berani menampilkan tema kontroversial di masa sekarang ini.
Ungkapan Rirchard Oh di atas secara langsung ia pro terhadap karya Djenar Maesa Ayu. Karya Djenar Maesa Ayu merupakan karya yang originil, terbebas dari formalitas, bertema kontroversial dan sesuatu yang baru di dalam dunia sastra. Pada intinya, fungsi tema-tema sensitif bergantung kepada pembacanya. Namun, bila ditelaah melalui beberapa ungkapan tokoh. Adapun fungsi dari tema sensitif itu: mampu menjelaskan gambaran kehidupan masa sekarang. Selain itu bagi pembaca dapat diketahui tersendiri bahwa mengambil tema sesuatu yang tabu atau tidak layak dibicarakan diperbolehkan, mengungkapkan hal-hal tabu merupakan sesuatu yang baru di dalam berkarya sastra dan ternyata ada pula beberapa tokoh masyarakat yang mampu menerima karya bertema sensitif. Demikian penyaji membahas fungsi tema sensitif tersebut. Penyaji juga menyatakan mungkin karya sastra bertema sensitif bagi kalangan sastra wangi merupakan karya-karya yang sedikit bertentangan bagi genre sastra wangi. Dan kemungkinan memberikan dampak negatif bagi pembacanya. Namun, bagi penyaji merasa tidak perlu mempermasalahkan mengenai kedua aliran yang berbeda itu. Karena bagi penyaji, sastra itu bebas. Sastra bebas diciptakan oleh pengarangnya. Jika terjadi perubahan yang mempengaruhi pembacanya itu bergantung kepada masing-masing individu dalam memaknai dan menyikapinya.

C.    Penutup
Simpulan
Karya sastra merupakan karya yang bebas diciptakan oleh pengarangnya. Tema sensitif dalam kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu merupakan gambaran tentang kehidupan manusia di masa sekarang. Kedua karya sastra tersebut meskipun sama-sama bertema sensitif tetapi memiliki perbedaan dari bahasa yang diceritakan pengarang masing-masing. Kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso temanya variatif dan tidak terlalu vulgar. Sedangkan, Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu lebih vulgar dibanding kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso. Namun, temanya tidak terlalu variatif hanya seputar tentang keseksualan. Kedua karya tersebut menimbulkan pro dan kontra. Meskipun demikian terlepas dari pro dan kontra, kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu merupakan sesuatu yang baru dalam sejarah sastra karena berani menampilkan tema-tema sensitif yang belum pernah ada sebelumnya.

Daftar Pustaka
Djenar Maesa Ayu. 2007. Jangan Main-Main (dengan kelaminmu). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Partini Sardjono Pradotokusumo. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rachmat Djoko Pradopo. 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Satmoko Budi Santoso. 2004. Perempuan Bersampan Cadik. Jakarta: Grasindo.
V. Teguh Suharto. 2015. Pengantar Teori Belajar-Pembelajaran Bahasa dan Sastra Berbasis Pengalaman. Semarang: Widya Sari Press Salatiga.

Tugas Mata Kuliah Sastra Lama: Analisis Mite-Legenda menggunakan Teori Struktur, Makna, dan Fungsi oleh mahasiswa PBSI IKIP PGRI Madiun


ANALISIS MITE-LEGENDA
“PUNDEN MBAH BRUK (BABAT ALAS DESA KLECOREJO)”
BERDASARKAN TEORI STRUKTUR, MAKNA, DAN FUNGSI
Oleh
Jayanti Dwi Lestari
14311041

1.        Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Sastra adalah ekspresi pikiran dan perasaan manusia, baik lisan maupun tulis (cetakan) dengan menggunakan bahasa yang indah menurut konteksnya (Hutomo, 1997: 39, dalam Setya Yuwana Sudikan, 2001: 2). Dari pernyataan Hutomo dapat dikatakanlah sastra merupakan hasil ekspresi pikiran dan perasaan manusia yang bisa berupa lisan atau tulis dan biasanya menggunakan bahasa atau kata-kata indah sesuai konteksnya. Selain itu, dari pernyataan tersebut terungkaplah bahwa sastra telah terbagi menjadi dua, yakni sastra lisan dan sastra tulis.
            Berkaitan dengan analisis yang akan dilakukan, maka sastra yang erat hubungannya dengan hal ini ialah sastra lisan. Sastra lisan juga memiliki pengertian tersendiri. Menurut Hutomo (1991: 4, dalam Setya Yuwana Sudikan, 2001: 2) sastra lisan merupakan kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan-temurunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Oleh karena itu, sastra lisan ada di masyarakat karena merupakan ekspresi kesusastraan warga dalam suatu kebudayaan dan disebarluaskan secara turun temurun menggunakan media mulut.
            Sastra lisan juga memiliki hubungan dengan Folklore, khususnya Folklore lisan. Sebagaimana diketahui Folklore ialah bentuk jamak yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore, dalam bahasa Indonesia menjadi foklor (Sukatman, 2009: 1). Menurut Dundes (dalam Sukatman 2009: 1) folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan khusus, sehingga dapat dibedakan dari kelompok lain atau kolektif (milik bersama, milik masyarakat) yang memiliki tradisi dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sedangkan lore menurut Dananjaya (2002: 1-2, dalam Sukatman 2009: 2) ialah sebagian tradisi yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan. Dengan kata lain, lore merupakan kebudayaan yang bersama-sama dengan lainnya yang dimiliki kolektif (milik bersama). Jadi secara keseluruhan folklore adalah sebagian kebudayaan milik bersama (kolektif) yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun dalam bentuk lisan.
            Folklore ini menurut Brunvand (dalam M. Rafiek, 2010: 52-53) dibagi menjadi 3, yakni folklore lisan, folklore sebagian lisan, dan folklore bukan lisan. Folklore lisan ialah folklore yang bentuknya murni lisan. Bentuk-bentuk folklore lisan antara lain: bahasa rakyat, ungkapan tradisional, puisi rakyat, cerita prosa rakyat. Folklore sebagian lisan ialah folklore yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Bentuk Folklore sebagian lisan seperti: permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat dan lain-lain. Folklore bukan lisan ialah folklore yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Yang termasuk folklore bukan lisan adalah arsitektur rakyat, bentuk lumbung padi, rumah adat, kerajinan tangan, pakaian adat, perhiasan adat, makanan dan minuman adat, serta obat-obatan tradisional.
            Dapat diketahui lebih lanjut, bentuk folklore lisan lebih mengacu kepada sestra lisan, maka sastra lisan merupakan bagian dari folklore yaitu folklore lisan itu sendiri. Jika sudah mengetahui hubungan antara sastra lisan dengan folklore, maka sesuatu yang tepat dan erat hubungannya dengan sastra lisan adalah kesusastraan rakyat. Kesusastraan rakyat adalah sastra yang lahir dari masyarakat atau rakyat yang diwariskan secara turun-temurun baik lisan maupun tulisan. Kesusastraan rakyat atau sastra rakyat merupakan sesuatu yang tepat dijadikan bahasan karena pada dasrnya sastra lisan, folklore lisan, dan sastra rakyat secara tidak langsung memiliki satu kesatuan utuh. Ketiganya memiliki proses kelisanan. Namun dalam hal analisis ini lebih mengacu kepada Mite-Legenda.
Mite-Legenda ialah macam dari kesusastraan rakyat. Mite-Legenda menurut Bascom (1965: 5, dalam Sutarto, 1997: 15) gabungan dari mite dan legenda, telah disarankan pula oleh Bascom menjadi kategori tunggal Mite-Legenda bila di lapangan terjadi perbedaan kabur antara mite dan legenda, sehingga Mite-Legenda berbeda dengan dongeng yang ceritanya berupa rekaan. Mite-Legenda merupakan sesuatu yang nyata secara fakta dari dahulu hingga akhir sekarang ini. Keseluruhan pembahasan telah mencapai puncak yakni Mite-Legenda, Mite-Legenda yang terpilih sebagai objek kajian akan diuraikan lebih lanjut pada tahap selanjutnya.
B.     Objek Kajian
Objek kajian ialah sesuatu yang akan dijadikan bahan dalam analisis. Untuk itu dalam hal ini Mite-Legenda yang akan dijadikan bahan analisis ialah sebuah punden di daerah desa Klecorejo. Punden itu berupa makam. Makam tersebut konon katanya ialah makamnya Mbah Bruk. Dan Mbah Bruk itu sendiri diketahui sebagai sosok yang membabat alas di desa Klecorejo, sebelum desa Klecorejo itu ada. Dari penjabaran itu dapat diketahui bahwa sebelum menjadi desa kemungkinan daerah desa Klecorejo hanyalah sebuah alas yang lebat. Alas ialah sebutan bahasa Jawa yang di dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai hutan. Hutan yang penuh dengan rerimbunan tanaman hingga lebat. Oleh karena itu, objek kajian dalam analisis ini terfokus kepada Mite-Legenda seputar punden Mbah Bruk, Mbah Bruk sebagai pembabat alas di desa Klecorejo.
C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan objek kajian didapat rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Apa struktur dalam Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)”?
2.      Apa makna Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)”?
3.      Apa fungsi Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)”?
D.    Teori Analisis
Teori yang digunakan dalam analisis ini menggunakan teori struktur, makna, dan fungsi. Teori tersebut merupakan satu kesatuan yang terpisah. Pertama, struktur atau struktural menurut Setya Yuwana Sudikan (2001: 23) ialah hubungan antara unsur-unsur pembentuk dalam susunan keseluruhan. Maksudnya hubungan antara unsur-unsur pembentuk tersebut ialah berupa hubungan dramatik, logika, maupun waktu. Jadi didalam struktur terdapat satuan unsur-unsur pembentuk dan susunannya. Unsur-unsur pembentuk itu merupakan satuan-satuan operasional yang dapat digunakan untuk keperluan penggalian, pengurangan, pengikhtiaran, dan lain-lain (Hutomo, dalam Setya Yuwana Sudikan, 2001: 23). Para ahli dalam menganalisis struktur menggunakan istilah yang berbeda untuk satuan-satuan operasional tersebut. Dalam hal ini struktur yang digunakan untuk menganalisis menggunakan teori struktural atau pendekatan objektif dari Ambrams. Analisis struktural yang sesuai untuk mengalisis Mite-Legenda ini meliputi, tema, alur, latar, penokohan, dan amanat.
Kedua, makna menurut James P. Spradley (2007: 134) diciptakan dengan simbol-simbol. Simbol adalah objek atau peristiwa apa pun yang menunjuk pada sesuatu. Semua simbol melibatkan tiga unsur, yakni simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan antara simbol dengan rujukan. Simbol itu sendiri meliputi simbol-simbol yang diciptakan informan. Satu rujukan atau lebih, mengacu pada sesuatu rujukan yakni, benda yang menjadi rujukan simbol. Kemudian hubungan antara simbol dan rujukan adalah penerima simbol menciptakan simbol dari pemberi simbol yang memiliki rujukan. Dapat disimpulkan dari serangkaian makna melalui simbol yaitu pertama simbol itu sendiri artinya pemaknaan informan mengenai rujukan, kedua rujukan ialah sesuatu benda yang memiliki simbol, kemudian yang ketiga pemaknaan dari penerima simbol itu sendiri. Dalam hal ini makna, dilakukan secara bebas melalui satu informan utama, beberapa informan pendukung, dan penyaji sendiri.
Ketiga, fungsi menurut William R. Bascom (dalam Setya Yuwana Sudikan, 2001: 109) dalam folklore ada empat yakni, (a) sebagai sebuah bentuk hiburan, (b) sebagai alat pengesahan, (c) sebagai alat pendidikan anak-anak, dan (d) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya. Maka di dalam penggunaan teori ini Mite-Legenda dijabarkan menggunakan keempat fungsi folklore. Sehingga akan ada pengaruhnya Mite-Legenda hingga menimbulkan fungsi bagi masyarakat pemiliknya.
E.     Metode Analisis
Metode yang digunakan dalam melakukan analisis ini ialah menggunakan metode etnografi. Metode etnografi adalah metode analisis menemukan makna budaya dengan batasan sendiri atau suatu alat untuk menemukan makna budaya (James P. Spradley, 2007: 129). Sebagaimana diketahui metode ini menggunakan wawancara dalam menganalisis. Jadi untuk menemukan makna budaya, maka dalam menelusuri seluk beluk Mite-Legenda ini tentu akan dilakukan proses wawancara kepada informan.
Dari proses metode etnografi didapatkan hasil cerita tentang Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)” ialah sebagai berikut.
Menurut Mbah Karno (sebagai informan inti), warga desa setempat yang dianggap paling tua umurnya, menceritakan bahwa,
Berpuluh-puluh tahun yang lalu. Sebelum Desa Klecorejo ada, dahulu Desa Klecorejo terlihat lebat penuh dengan pepohonan dan tumbuhan rimbun seperti hutan, Kemudian menurut sejarah ceritanya, ada seseorang yang telah membersihkan hutan itu. Sebut saja namanya Mbah Bruk. Tidak diketahui asalnya, dan tidak diketahui pula keturuannya sekarang, kemudian juga di dalam sejarah tidak diketahui pula berapa lama Mbah Bruk membersihkan hutan di Desa Klecorejo. Yang ada tinggallah punden atau makam Mbah Bruk. Letak punden itu tepat di halaman masjid nur-hidayah di bawah pohon tanjung.
Tempat pemakaman Mbah Bruk pun berbeda tidak di tempat pemakaman umum. Hal itu terjadi tidak diketahui sebabnya. Namun bila ada orang yang menyalahkan keberadaan pemakaman itu, hidup seseorang itupun di Desa Klecorejo tidak akan lama. Ada hal yang menarik dari punden Mbah Bruk yakni punden itu seringkali dijadikan tempat pemujaan untuk meminta sesuatu oleh masyarakat Desa Klecorejo. Kemudian Mbah Bruk terkenal sebagai sosok manusia yang sabar, sederhana, senantiasa menjaga Desa Klecorejo agar tetap aman tentram dan hanya menginginkan menaikkan derajat serta mengayomi kepada masyarakat penghuni Desa Klecorejo.
Mbah Bruk itu sederhana. Bisa digambarkan melalui kegiatan bersih desa yakni ada kegiatan selametan, di dekat punden atau pemakamannya Mbah Bruk. Mbah Bruk tidak meminta aneh-aneh cukup sederhana dengan teri pethek, kulup krawu, jangan tempe, dan lombok Mbah Bruk sudah mau menerima. Dan itu yang menjadi pembeda dengan punden lainnya yang biasanya minta diberi persembahan ayam panggang, sedangkan Mbah Bruk tidak, cukup dengan teri petek menjadi panggangnya Mbah Bruk.
Mbah Bruk itu hanya ingin orang yang menghuni Desa Klecorejo ialah orang-orang yang sabar. Bila yang menghuni ialah orang-orang nakal dan sombong baik laki-laki maupun perempuan, maka Mbah Bruk akan murka sehingga orang itu tidak akan langgeng atau awet hidupnya di Desa Klecorejo.
Kemudian, biasanya orang yang menginginkan jadi tentara, sekolahnya lancar, dan sebagainya bila mau meminta di punden itu pasti dikabulkan. Tetapi sekarang tidak banyak masyarakat Desa Klecorejo  yang mau meminta di punden itu. Justru orang-orang di luar Desa Klecorejo yang kerap meminta. Dan punden itu juga sudah terkenal dimana-mana. Sehingga orang-orang di Desa Klecorejo pun terkenal juga banyak yang menjadi pejabat karena danyangnya Mbah Bruk. Danyang ialah Mbah Bruk yang membabat alas atau membersihkan alas/hutan di Desa Klecorejo.
Mbah Bruk memiliki hewan peliharaan atau kesukaan yaitu asu. Ciri-ciri asu tersebut besar, panjang, hitam, ekor melengkung ke atas. Asu itu setiap 35 hari sekali mengelilingi Desa Klecorejo dengan tujuan melihat keadaan Desa Klecorejo, sekaligus melihat keadaan masyarakat Desa Klecorejo juga. Namun perlu diketahui keberadaan asu Mbah Bruk ini juga gaib.
Menurut sejarah pula, nama Desa Klecorejo itu juga diberikan oleh Mbah Bruk di masa lampau. Untuk menghormati dan menghargai Mbah Bruk pekuburan atau pemakaman yang jaman dahulu hanya ada maesannya saja sekarang sudah dibangun menjadi lebih baik agar terjaga. Dan juga setiap ada bersih desa setahun sekali masyarakat Desa Klecorejo melakukan kegiatan selametan di punden tersebut.

Cerita Mite-Legenda di atas berasal dari hasil wawancara dengan bentuk perubahan dan pengaturan kosakata, yang semula menggunakan bahasa Jawa ngoko kemudian diubah ke dalam bahasa Indonesia dan diurutkan ceritanya oleh penyaji. Dari hasil tersebut penyaji mencari informan pendukung di dalam pemaknaan cerita tersebut. Sehingga lebih mempermudah didalam penguatan makna cerita itu. Berikut hasil yang di dapat.
a.         Menurut Bapak Diman (seorang petani desa), “ Danyangnya Mbah Bruk itu yang mbaurekso di punden Mbah Bruk”.
b.        Menurut Ibu Yessi Eka Wardani (seorang guru sekolah dasar), “Danyang atau suwargine Mbah Bruk itu makhluk halus/roh yang menjelma di punden”.
Serangkaian hasil yang didapat ialah yang telah dijabarkan di atas melalui metode etnografi atau wawancara. Untuk mengetahui lebih lanjut dan mendalam mengenai Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo) dapat dianalisis menggunakan struktur, makna, dan fungsi pada bab pembahasan.

2.        Pembahasan
A.    Struktur dalam Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)”
1.      Tema
Tema dalam Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)” ialah pahlawan mistis. Tema itu dapat dibuktikan bahwa ada seorang mbah. Sebutan untuk orang yang sudah tua. Mbah itu ialah pahlawan, pahlawan dalam membabat Desa Klecorejo sebelum Desa Klecorejo ada. Namun, tampak mistis ketika keberadaanya begitu sangat berarti bagi masyarakat desa Klecorejo meskipun hanya tinggal punden atau makamnya saja. Dan punden itu pun diyakini keberadaannya telah menjaga desa Klecorejo tetap aman dan tentram dengan adanya danyang atau suwargine Mbah Bruk.
2.      Penokohan
Tokoh dalam Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)” adalah Mbah Bruk. Watak Mbah Bruk adalah sabar dan sederhana. Tergambar dari pernyataan informan inti bahwa Mbah Bruk sederhana yakni tidak menginginkan aneh-aneh dalam persembahan slametan di pundennya. Cukup dengan teri pethek. Kemudian, Mbah Bruk sabar tergambar dari beliau membersihkan hutan yang begitu lebat sebelum Desa Klecorejo ada.
3.      Alur
Alur dalam Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)” adalah alur maju mundur. Bisa demikian karena informan inti menceritakannya tidak secara runtut, sebab menggunakan flashback atau mengingat-ingat. Sehingga alurnya maju mundur.
4.      Latar
Latar dalam Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)” berada di alas atau hutan dan Desa Klecorejo. Tergambar jelas Mbah Bruk membabati alas. Kedua, Desa Klecorejo karena memang punden Mbah Bruk di Desa Klecorejo.
5.      Amanat
Amanat dalam Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)” ialah Jangan berperilaku buruk! dan Jadilah orang yang sabar dan sederhana!. Amanat itu menyatakan dan mengingatkan bahwa Mbah Bruk menyukai orang yang sabar dan orang yang berperilaku buruk seperti sombong dan nakal dikatakan tidak akan lama hidup di Desa Klecorejo, maka pesannya Jangan berperilaku buruk!.
Kemudian tokoh Mbah Bruk yang sabar dan sederhana bisa dijadikan cerminan untuk selalu berperilaku demikian. Jadilah orang yang sabar dan sederhana.
B.     Makna Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)”
Berdasarkan data informan inti dan informan pendukung yang akan dibahas ialah pemaknaan tentang danyange Mbah Bruk. Menurut informan inti, Mbah Karno mengatakan bahwa danyange Mbah Bruk adalah orang yang membabat desa atau alas di Desa Klecorejo, namanya danyang. Sedangkan menurut Bapak Diman, danyang ialah mbaurekso di punden Mbah Bruk. Dan selain itu Ibu Yessi Eka Wardani juga menyatakan bahwa danyang adalah makhlus halus. Ketiga perbedaan pendapat ini menimbulkan kebenaran ada dan tidaknya tokoh Mbah Bruk.
Namun, sebagaimana diketahui danyang adalah roh halus tertinggi yang tinggal di pohon, gunung, sumber mata air, desa, mata angin, atau bukit. Danyang dipercaya (oleh masyarakat Jawa khususnya) menetap pada suatu tempat yang disebut punden. Para danyang diyakini menerima permohonan orang yang meminta pertolongan. Imbalan yang mesti diberikan kepada danyang adalah selametan. Danyang merupakan (roh halus) yang tidak mengganggu ataupun menyakiti, melainkan melindungi. Danyang sebenarnya roh para tokoh pendahulu atau leluhur sebuah desa yang sudah meninggal. Para leluhur ini adalah pendiri sebuah desa atau orang pertama kali yang membuka lahan suatu desa (id.m.wikipedia.org/wiki/Danyang).
Dari keseluruhan pernyataan berbagai sumber yang ada, maka danyang dapat dimaknai sebagai roh halus para leluhur yang menetap di punden dan diyakini sebagai orang pertama kali yang membuka lahan suatu desa dan diyakini melindungi desa tersebut. Oleh karena itu, Mbah Bruk ialah tokoh leluhur jaman dahulu sebagai pembuka lahan Desa Klecorejo yang telah meninggal dan dimakamkan secara khusus. Kemudian makam itu disebut punden. Dan roh halus leluhur masih berada di punden. Sehingga roh diyakini masih ada dan menjaga Desa Klecorejo.
C.    Fungsi Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)” bagi masyarakat pemiliknya
Fungsi Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)” adalah sebagai berikut.
1.      Fungsi Hiburan
Fungsi hiburan mungkin lebih mengacu kepada tradisi bersih desa yang melakukan kegiatan selametan. Fungsi hiburan ada dalam trasisi slametan ini, karena biasanya orang-orang berbondong-bondong penuh dengan rasa bahagia dari yang muda hingga yang tua menuju ke punden untuk melakukan selametan. Selametan ialah tradisi mendoakan leluhur dan membawa makanan masing-masing orang. Lalu pulang mereka membawa makanan lagi tetapi bukan makanan yang dia bawa semula.
2.      Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan bisa digunakan sebagai objek kajian sastra lisan dalam dunia pendidikan, dapat melestarikan sejarah sastra lisan yang ada di Desa Klecorejo yang semula belum diketahui.
3.      Fungsi Pemaksa dan Pengawas Norma-Norma Masyarakat Agar Selalu Dipatuhi Anggota Kolektifnya
Fungsi tersebut sudah harus difungsikan, sehingga masyarakat tidak melakukan penyelewengan dalam berperilaku. Sebagaimana dijelaskan oleh informan inti bahwa Mbah Bruk tidak suka orang yang sombong dan nakal atau berperilaku buruk, maka sebagai masyarakat sudah selayaknya berperilaku baik menaati norma yang berlaku. Norma adat khususnya.
3.        Penutup
Simpulan
Struktur dalam Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)” menggunakan teori struktural. Teori struktural ialah unsur pembangun dari sastra tersebut. Dapat ditinjau dari tema, penokohan, alur, latar, dan amanat. Temanya tentang pahlawan mistis. Penokohannya Mbah Bruk dengan kesabaran dan kesederhanaan. Alurnya maju mundur. Latarnya di hutan dan Desa Klecorejo. Amanatnya janganlah berperilaku buruk dan jadilah orang yang sabar dan sederhana.
Makna Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)” mengacu pada kata danyang. Danyang ialah Mbah Bruk, tokoh leluhur jaman dahulu sebagai pembuka lahan Desa Klecorejo yang telah meninggal dan dimakamkan secara khusus. Kemudian makam itu disebut punden. Dan roh halus leluhur masih berada di punden. Sehingga roh diyakini masih ada dan menjaga Desa Klecorejo.
Fungsi Mite-Legenda “Punden Mbah Bruk (Babat Alas Desa Klecorejo)” bagi masyarakat pemiliknya sebagai fungsi hiburan, fungsi pendidikan, dan fungsi pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat agar selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

Daftar Pustaka
James P. Spradley. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
M. Rafiek. 2010. Teori Sastra “Kajian Teori dan Praktik”. Bandung: Refika Aditama.
Setya Yuwana Sudikan. 2001. Metode Penelitian Sastra Lisan. Surabaya: Citra Wacana.
Sukatman. 2009. Pengantar Teori dan Pembelajarannya. Yogyakarta: Laksbang Pressindo.
Sutarto. 1997. Legenda Kasada Dan Karo Orang Tengger Lumajang. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.