ANALISIS
TEMA-TEMA SENSITIF
DALAM
KUMPULAN CERPEN ANGKATAN TAHUN 2000AN
BERDASARKAN
PENDEKATAN OBJEKTIF (TEMA) DAN FUNGSI
Oleh
Jayanti
Dwi Lestari
14311041
A.
Pendahuluan
1.
Latar
Belakang
Menurut
Rachmat Djoko Pradopo (2007: 114-115), karya sastra tidak lepas dari
penulisnya. Tidak lepas dimaksudkan bahwa penulis/pengarang telah mampu memberikan
intensinya dalam berkarya. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam hakikat
lain dikatakanlah pula bahwa karya sastra merupakan luapan atau penjelmaan
perasaan, pikiran, dan pengalaman dari pengarangnya. Untuk itu dapat dikatakan
bahwa karya sastra bisa saja dilakukan dengan adanya proses kreatif yang
dimiliki oleh seorang pengarang. Proses kreatif pengarang ini biasanya dapat
dijumpai pada sejenis atau beberapa karya sastra rekaan seperti novel atau
cerpen. Sehingga dalam karya sastra tersebut banyak terdapat
pemikiran-pemikiran baru yang diciptakan oleh pengarangnya. Hal itu dapat dilihat
dari tema cerita yang disajikan seorang pengarang melalui kerangka
pemikirannya, sehingga terciptalah cerita dengan berbagai tema yang variatif.
Jika
dikaitkan dengan peride sastra maka dari tahun ke tahun tentu karya sastra
mengalami perkembangan. Perkembangan ini dapat dilihat ketika proses pengarang
dari generasi ke generasi saat memperkenalkan karya sastra yang dibuatnya.
Karya sastra ini selalu menunjukkan berbagai tema dengan variasi pemikiran yang
diciptakan pengarangnya. Untuk itu dalam analisis ini, penyaji akan menyuguhkan
beberapa tema sensitif yang pernah diangkat pengarang di era tahun 2000an.
Tema-tema sensitif ini tentulah berkaitan dengan cerita yang dianggap tabu,
karena ceritanya sedikit vulgar dan beberapa mengarah kepada dunia seks
perempuan dan laki-laki, ada pula yang menceritakan kehidupan gay atau
homoseksual, biseks atau lesbian. Untuk mengetahui lebih lanjut objek yang akan
diamati dalam kajian analisis tema sensitif ini, maka akan dijelaskan pada
tahapan selanjutnya.
2.
Objek
Analisis
Objek
analisis adalah sesuatu yang ingin dianalisis. Oleh karena itu, wujud yang
tepat dalam kajian analisis ini penyaji memilih kumpulan cerpen. Sehingga yang
terpilih dalam kajian ini tentulah beberapa kumpulan cerpen yang memiliki tema
berkonotasi sensitif. Penyaji memilih dua sumber referensi yang akan dianalisis
temanya. Referensi tersebut ialah kumpulan cerpen berjudul Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya
Djenar Maesa Ayu.
3.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah berdasarkan latar belakang dan objek analisis adalah sebagai
berikut.
a. Apa
tema sensitif yang diangkat dalam kumpulan cerpen tersebut?
b. Adakah
perbandingan antara tema dalam kedua kumpulan cerpen tersebut?
c. Apa
fungsi tema sensitif bagi masyarakat?
4.
Teori
Analisis
Dalam
pembahasan analisis ini penyaji memilih menggunakan teori dari Ambrams yakni
pendekatan objektif. Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan
pada karya itu sendiri (Abrams dalam Partini Sardjono Pradotokusumo, 2005: 63).
Menitikberatkan karya sastra itu sendiri dimaksudkan tentang unsur-unsur
pembangun karya sastra tersebut. Oleh karena itu, yang digunakan pada
pendekatan objektif hanyalah difokuskan kepada tema dan beberapa cuplikan
penggalan teks yang mengacu di dalam penguatan tema tersebut.
Selain
pendekatan Abrams yang mengacu pada tema, penyaji juga memilih teori fungsi.
Teori fungsi ini berkenaan dengan fungsi cerita tersebut bagi masyarakat.
Sehingga dapat diketahui pula karya sastra bertema sensitif pun dapat diterima
oleh masyarakat.
5.
Metode
Analisis
Metode
adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan
guna mencapai tujuan yang ditentukan (Iskandarwasid dan Dadang Sunendar dalam
V. Teguh Suharto, 2015: 77). Jadi jika metode adalah cara, maka dalam menganalisis
penyaji membuat kerangka kerja terlebih dahulu. Kerangka tersebut meliputi dari
objek yang akan dianalisis, kemudian apa yang ingin dicari dari objek tersebut
atau biasa disebut dengan rumusan masalah, lalu setelah itu menentukan teori
apa yang tepat untuk membahas rumusan masalah. Setelah serangkaian tersebut
terpenuhi maka penyaji baru bisa melakukan analisis lebih lanjut.
Sehingga
dalam hal ini objek yang akan dianalisis adalah kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko
Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan
kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. Dari kedua kumpulan cerpen tersebut
didapat rumusan masalah berupa tema sensitif dalam karya tersebut, lalu
perbandingan tema antara kedua sastra, baru kemudian fungsi tema sensitif di
kalangan masyarakat. Setelah rumusan masalah didapat, maka teori yang tepat
digunakan pendekatan objektif lebih kepada tema dan teori fungsi. Sehingga dari
rumusan masalah akan mampu dijawab dan dibahas lebih lanjut melalui penggunaan
teori yang dipilih dalam analisis.
B. Pembahasan
1.
Tema
Sensitif dalam Kumpulan Cerpen Perempuan
Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu
Cerita
yang diangkat dalam kumpulan cerpen Perempuan
Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso lebih menekankan kepada realita hubungan
manusia yang rumit. Sebelum mengacu kepada pembahasan tema yang sensitif, maka
analisis pertama ialah yang bersinggungan dengan judul kumpulan cerpen
tersebut.
Perempuan
Bersampan Cadik lebih terpacu pada cuplikan cerita
berjudul Bulan Purnama, Perempuan
Bercadar Bersampan Cadik. Di dalam cerpen tersebut menceritakan tentang
seorang wanita bercadar yang menjadi budak juragan di suatu tempat. Kemudian,
perempuan itu beserta kawan-kawan budaknya selalu dianiaya. Namun, wanita itu
tidak pernah berhenti berdoa. Dia berkeinginan untuk bisa pulang ke halaman
rumahnya. Tidak banyak yang bisa terbebas dan selamat sampai tujuan untuk
kembali pulang ke rumahnya. Dengan doanya, wanita itu berhasil kembali ke
kampung halaman rumahnya. Berkat seorang lelaki yang memberikan dia kuda untuk
lari dari tempat juragan.
Dalam
Bulan Purnama, Perempuan Bercadar
Bersampan Cadik tidak begitu kental ke sensitifannya. Namun ada beberapa
kata yang menunjukkan ke vulgaran. Berikut cuplikan teks mengenai kata-kata
berseni vulgar.
“Tidak. Tidak mungkin. Masih ada satu
lagi. Seorang gadis berusia belasan, ranum, yang tak mungkin mati bahkan jika
orang-orang dari kalian begitu beringas memerkosanya.”
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 1)
Dari
cuplikan teks tersebut dapat diartikan wanita tersebut berani mengatakan kepada
lelaki yang menyelamatkannya bahwa sekalipun ada yang memerkosanya ia akan
tetap selamat sampai tujuan. Namun, memerkosa ini dapat diartikan tentang dua
hal. Memerkosa dalam artian menyiksa si wanita atau memerkosa dalam artian
merenggut kesuciannya. Jika dianalisis lebih lanjut kemungkinan bisa mengacu
kepada pengertian kedua karena ada cuplikan penggambaran lelaki yang
menyelamatkanya sebagai berikut.
Lelaki pemberi kuda berdegup, jakunnya
naik-turun. Hasrat kelelakiannya menggerunjal.
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 2)
Selain
cuplikan tersebut ada satu lagi sebagai berikut.
...pemandangan telanjang tubuh-tubuh
ranum. Meskipun, jika mau, siapa pun yang menatap tajam dan jeli ke arah kelaras tetap dapat melihat sekelabat
tubuh telanjang yang sedang terguyur air.
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 5)
Maksud
dari cuplikan di atas menggambarkan siapapun orang yang mau melihat tubuh
telanjang wanita-wanita yang mandi di pemandian wanita budak tadi bisa saja
dilakukan dengan menatap secara tajam. Dua teks tersebut menyatakan adanya
kevulgaran dalam cerita Bulan Purnama,
Perempuan Bercadar Bersampan Cadik. Meskipun adanya kesesuian judul cerpen
dengan judul buku. Tidak berkemungkinan temanya sensitif, maka tema cerpen Bulan
Purnama, Perempuan Bercadar Bersampan Cadik ialah wanita dengan perjuangan
hidupnya.
Bila
tidak menemukan tema sensitif antara kesesuaian judul buku dengan judul cerpen
terpilih, maka langkah selanjutnya mencari cerpen yang lain dalam kumpulan
cerpen Perempuan Bersampan Cadik.
Sehingga dalam hal ini terpilihlah cerpen Om
Zus, Sangkar Hitam Seekor Merpati,
dan Ciuman Terpanjang yang Ditunggu
yang akan dianalisis. Secara singkatnya Om
Zus bercerita tentang seseorang atau keponakan Om Zus yang menceritakan Om
Zus. Om Zus diceritakan sebagai
seseorang yang selalu berangkat malam dan pulang subuh sebagai gay. Gay ialah
seorang lelaki berdandan layaknya wanita dan bekerja memenuhi hasrat nafsu
lelaki yang lain, dengan harapan gay itu mendapatkan upah dari hasil kerjanya.
Tidak diceritakan detail mengenai perbuatan Om
Zus dengan laki-laki yang dipenuhi hasrat nafsunya. Namun, lebih kepada
penceritaan kebiasaan Om Zus yang
diintip si keponakannya dan perbincangan Zus dengan rekan-rekannya yang
tergambar bahwa Zus ialah seorang Gay.
Setelah
Om Zus beralih ke Sangkar Hitam Seekor Merpati yang
menceritakan tentang seorang wanita yang suka berhubungan biseks. Biseks ialah
wanita yang melakukan hubungan seks dengan sesama jenisnya atau biasanya
disebut dengan lesbi atau lesbian. Jadi ceritanya ada seorang wanita yang sudah
menjalin rumah tangga dengan laki-laki. Namun, akhirnya cerai dengan suaminya
karena wanita itu melanggar janjinya. Dia berjanji setelah menikah tidak akan
melakukan kebiasaan buruknya itu. Tetapi, wanita itu tidak menepati janji. Dan
akhirnya ia diceraikan oleh suaminya. Bahkan diceritakan pula ketika masa muda
bukan hanya dengan sejenisnya wanita itu juga melakukannya dengan laki-laki. Berikut
ada cuplikan teks mengenai kebiasaan wanita itu.
“Awas, kamu nanti kena Aids,” itulah
canda yang sering keluar dari bibir Mas Sam.
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 43).
Dari
cuplikan di atas maksudnya ialah si suami wanita mengkhawatirkan sang istrinya
terkena aids karena si wanita diketahui ketika masa mudanya sering berhubungan
seks dengan laki-laki dan juga dengan wanita yang sejenis. Perceraian itu
terjadi karena pelanggaran wanita itu terbongkar melalui buku harian yang ia
tulis, emailnya, dan smsnya dengan teman sejenisnya yang diketahui oleh
suaminya. Dan kemudian wanita itu amat begitu menyesal tergambar dari dari teks
dalam cerita yang menyatakan si wanita terbayang wajah suaminya dan anaknya
ketika pulang dari sekolah yang selalu ia ciumi. Namun apa daya, kini wanita
itu telah bersama teman sejenisnya, teman yang seringkali ia ajak biseks.
Lalu
yang terakhir ialah Ciuman Terpanjang
yang Ditunggu menceritakan tentang perempuan yang menunggu seorang lelaki
yang pernah diciumnya. Diawali dari sebuah sms. Teks sms:
aku datang malam
ini. seperti malam kemarin atau malam-malam di masa depan...
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 47).
Sms itu membuat si wanita menunggu
kedatangan lelaki, dan ketika lelaki itu datang ia ingin segera mencium bibir
lelaki yang pernah ia cium tersebut. Namun, lelaki yang ditunggunya tak kunjung
datang. Selain itu diceritakan pula wanita itu memang sering mencium lelaki
yang dekat dengan dia. Dan diceritakan pula sanjungan para kaum lelaki terhadap
dia akan semua ciuman yang pernah dilakukan si wanita. Tetapi, di akhir cerita
ternyata wanita itu hanya menunggu dan terus menunggu. Sehingga itulah Ciuman Terpanjang yang Ditunggu wanita
itu, karena apa yang ditunggunya tak jua datang.
Melalui
ketiga cerpen di atas, ditemukanlah tema sensitif dalam Perempuan Bersampan Cadik. Pertama Om Zus bertema lelaki gay di malam hari. Kedua Sangkar Hitam Seekor Merpati bertema perempuan biseks yang
terjebak. Ketiga penantian terpanjang wanita untuk mencium.
Setelah
mengupas tuntas beberapa cerpen dan tema dalam Perempuan Bersampan Cadik, selanjutnya ialah membahas tentang tema
pada kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan
kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. Diawali dari cerpen pertama yang jugaa
sesuai dengan judul bukunya yakni Jangan
Main-Main (dengan kelaminmu). Cerpen ini menceritakan tentang pengakuan
keempat tokoh mengenai seorang lelaki yang sering bermain dengan kelaminnya
dalam artian melakukan hubungan seksual dengan wanita lain dan juga istrinya
yang sebenarnya semula hanya main-main. Namun, akhirnya ia tidak akan main-main
lagi dan mengakui kesalahannya terhadap istrinya. Karena mau bagaimana lagi
kalau istrinya sudah hamil. Meskipun istrinya itu tidak sedap dipandang. Dan
wanita lain itu akhirnya bertindak tegas mungkin barangkali dalam artian
meninggalkan laki-laki itu. Keempat tokoh tersebut ialah laki-laki yang main
kelamin, teman laki-laki, wanita lain yang dekat dengan laki-laki yang suka
main kelamin, dan terakhir istri si pemain kelamin yang tidak sedap lagi. Tidak
sedap dalam artian wanita itu gemuk, cerewet dan tubuhnya banyak yang kendur
berlemak. Berikut sedikit cuplikan yang menandakan adanya keempat tokoh yang
terlibat dalam cerpen Jangan Main-Main
(dengan kelaminmu).
Saya heran, selama lima tahun kami
menjalin hubungan, tidak sekali pun ... . Bagi pria semapan saya, ...
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 1).
Saya heran, selama lima tahun mereka
menjalin hubungan, tidak sekali pun ... . Tapi jika saya katakan hubungan
mereka hanya main-main ...
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 1).
... . Ketika pada suatu hari ia
terbangun dan terperanjat di sisi seonggok daging, ... . Saya butuh uang, ia
butuh kesenangan. Serasi bukan? Namun begitu, saya sering menasehatinya supaya
tak terlalu kejam begitu pada istri. ...
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 6-7).
Saya heran. Ternyata saya hamil. Padahal
jarang sekali ia menyentuh saya. ... . Itu pun dengan lampu yang dipadamkan dan
matanya pun selalu terpejam. ...
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 9-10).
Cuplikan
di atas pertama pernyataan sang suami, kedua teman sang suami, ketiga wanita
simpanan atau wanita gelap sang suami, dan keempat pernyataan dari sang istri.
Untuk seni vulgar dapat dibuktikan melalui cuplikan berikut ini.
... . Bagi pria semapan saya, hanya
dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin. Bayangkan!
Berapa banyak main-main yang bisa saya lakukan dalam lima tahun.
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 1).
... . Tubuh tinggi semampai. Kaki
belang. Rambut panjang. Leher jenjang. Pinggang bak gitar. Dan dua buah dada
besar.
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 8).
Dari
cuplikan di atas vulgar dapat dilihat cuplikan pertama sang suami atau
laki-laki yang suka bermain-main kelamin (berhubungan seksual) dengan banyak
wanita selama lima tahun. Cuplikan kedua ialah deskripsi sang suami mengenai
fisik sang istri. Kata-kata yang dikatakan suami terkesan kata-kata yang vulgar
sekali. Sehingga dua pembuktian telah menyatakan seni vulgar yang begitu vulgar
dari pengarangnya.
Berkaitan
dengan cerpen di atas ada beberapa cerita yang mendukung dalam penentuan tema
sensitif ini, cerpen Mandi Sabun Mandi
dan Payudara Nai Nai. Pertama Mandi Sabun Mandi menceritakan gambaran
seorang lelaki pekerja kantoran yang sudah beristri seringkali melalukan
hubungan seksual dengan seorang wanita bernama Sophie. Uniknya pengarang
membumbui ceritanya dengan dialog antara meja dan cermin yang menjadi saksi
perbuatan Sophie dengan beberapa laki-laki di kamar motel. Diakhir cerita,
istri sang pekerja kantoran mengetahui adanya sabun mandi yang diselipkan
Sophie di saku lelaki itu. Lelaki itu resah dan menelepon Sophie dikala Sophie
sedang bercengkrama dengan lelaki lain. Berikut beberapa cuplikan penggalan
teks yang menunjukkan adanya vulgar dalam cerpen.
...
. Perempuan indo mengikuti dari belakang dengan tubuh masih telanjang. ...
(Djenar
Maesa Ayu: 2007: 19).
“Kok
buru-buru? Enggak mau nambah?’ dengan manja perempuan indo membuka kembali
resleting celana Si Mas.
(Djenar
Maesa Ayu: 2007: 19).
Kedua cuplikan teks di atas
menyatakan adanya unsur vulgar dalam cerpen. Pertama menyatakan secara langsung
bahwa tubuh perempuan telanjang, kedua perempuan membuka resleting Si Mas atau
si laki-lakinya. Kedua cuplikan teks tersebut juga sebagai pembuktian adanya
bahasa yang disampaikan pengarang secara vulgar.
Setelah
Mandi Sabun Mandi adalah cerpen Payudara Nai Nai. Payudara Nai Nai menceritakan tentang seorang gadis bernama Nai Nai
yang namanya jika diartikan dalam bahasa Mandarin ialah payudara. Nai Nai
merasa dikucilkan awalnya karena ia memiliki payudara kecil. Diceritakan pula
gambaran para remaja yang keluar dari batas normal, mereka berani melakukan
perilaku seks sebelum dewasa. Hal tersebut membuat Nai Nai menjadi seorang
wanita yang menyendiri, karena Nai Nai sama sekali tidak tahu tentang hal
seperti itu sebab ia merasa tidak akan ada lelaki yang mau dengan dia dengan
fisik yang seperti itu atau tidak memiliki payudara. Rasa penasaran Nai Nai
yang tinggi menghantarkan ia hingga membaca buku-buku stensilan milik ayahnya
yang biasa dijual oleh ayahnya. Terlalu sering membaca membuat buku-buku
stensilan membuat Nai Nai membayangkan dirinya menjadi tokoh dalam buku
tersebut. Singkat cerita, Nai Nai menjadi terkenal dengan kepiawaiannya dalam
menceritakan isi dari buku-buku stensilan.
Serangkaian
uraian di atas, maka beberapa tema yang diangkat dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya
Djenar Maesa Ayu. Pertama, Jangan
Main-Main (dengan kelaminmu) tentang lelaki berhasrat seksual tinggi, Kedua
Mandi Sabun Mandi tentang kelicikan
dan kerapuhan hubungan gelap, dan ketiga Payudara
Nai Nai tentang gadis dengan tekanan batin dan mendapat kebahagiaaan dengan
cara kepadaiannya dalam bercerita seksual. Keseluruhan tema dalam kumpulan
cerpen Jangan Main-Main (dengan
kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu dapat disimpulkan mengupas keseksualan.
2.
Perbandingan
tema sensitif Kumpulan Cerpen Perempuan
Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu
Jika
ditelaah lebih lanjut tema yang ditampilkan Djenar Maesa Ayu dalam kumpulan
cerpen Jangan Main-Main (dengan
kelaminmu) lebih vulgar dibandingkan dengan kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko
Budi Santoso. Keseluruhan tergambar dari penyajian cuplikan teks pada
pembahasan sebelumnya. Meskipun pada Perempuan
Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso tidak terlalu vulgar, Satmoko
Budi Santoso juga sudah berhasil menampilkan cerita-cerita panorama kehidupan
dunia gay, biseks, dan bebasnya ciuman di kalangan sejumlah manusia. Sehingga
tema kumpulan cerpen Perempuan Bersampan
Cadik karya Satmoko Budi Santoso lebih variaif dibandingkan kumpulan cerpen
Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya
Djenar Maesa Ayu yang hanya menampilkan lingkup keseksualan.
Walaupun
ada perbedaan diantara kedua karya tersebut, yang jelas masing-masing karya
memiliki unsur cerita yang berseni vulgar, bertema sensitif, mampu
mengungkapkan hal-hal yang biasa dianggap tabu atau tidak layak
diperbincangkan. Sehingga kedua karya tersebut tetaplah karya yang luar biasa
di era 2000an. Karena kedua karya mampu menampilkan tema-tema yang berani.
Tema-tema yang belum pernah ada di era tahun sebelum-sebelumnya.
3.
Fungsi
karya tema sensitif bagi masyarakat
Fungsi
karya sastra bertema sensitif mungkin bagi setiap kalangan manusia berbeda-beda.
Dalam kumpulan cerpen Perempuan Bersampan
Cadik menurut Dr. Dede Oetomo, sosiolog dan Ketua Asosiasi Gay Indonesia
Cerpen menyatakan bahwa Satmoko Budi Santoso telah mengajak manusia untuk
menyelami dunia sekitar yang penuh hubungan manusia yang rumit. Khususnya
cerpen Om Zus dan Sangkar Hitam Seekor Merpati telah mengajak
orang untuk berempati dengan laki-laki gay dan perempuan biseks yang bisa jadi
adalah diri manusia sendiri dan itu memang suguh menggambarkan tipikal manusia
saat ini.
Selain
Dr. Dede Oetomo, Joni Ariandinata juga mengatakan Satomoko Budi Santoso
termasuk orang yang berani dalam berkaya. Ia berani menampilkan karya-karya
yang ganjil bertema sensitif (seperti dunia gay misalnya), atau beberapa karya
cerpen Satmoko Budi Santoso yang lainnya yang semula terkesan biasa menjadi
terkesan memiliki keunikan tersendiri bagi pembacanya.
Dari
pengungkapan kedua tokoh tersebut menyatakan bahwa pengangkatan tema sensitif
diperbolehkan keberadaanya. Karena karya tersebut pun memang merupakan gambaran
masyarakat yang sudah terjadi di masyarakat sekarang ini. Sebelum menguraikan
fungsi dari tema sensitif tersebut, penyaji akan membahas terlebih dahulu karya
sastra selanjutnya, karya sastra Djenar Maesa Ayu kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu).
Richard
Oh mengatakan karya sastra Djenar Maesa Ayu ini merupakan karya dengan
penuturan yang baru. Penulis berhasil menyulap bahan yang sederhana menjadi
cerpen yang original. Djenar Maesa Ayu mampu menampilkan bahasa penuturan
sastra yang bebas dari embel-embel formalitas. Sehingga itu merupakan
keoriginalan yang ditampilkan Djenar Maesa Ayu yang berbeda dari pengarang
lainnya. Dan merupakan sesuatu yang baru di dalam berkarya sastra. Karena
Djenar Maesa Ayu berani menampilkan tema kontroversial di masa sekarang ini.
Ungkapan
Rirchard Oh di atas secara langsung ia pro terhadap karya Djenar Maesa Ayu.
Karya Djenar Maesa Ayu merupakan karya yang originil, terbebas dari formalitas,
bertema kontroversial dan sesuatu yang baru di dalam dunia sastra. Pada
intinya, fungsi tema-tema sensitif bergantung kepada pembacanya. Namun, bila
ditelaah melalui beberapa ungkapan tokoh. Adapun fungsi dari tema sensitif itu:
mampu menjelaskan gambaran kehidupan masa sekarang. Selain itu bagi pembaca
dapat diketahui tersendiri bahwa mengambil tema sesuatu yang tabu atau tidak
layak dibicarakan diperbolehkan, mengungkapkan hal-hal tabu merupakan sesuatu
yang baru di dalam berkarya sastra dan ternyata ada pula beberapa tokoh
masyarakat yang mampu menerima karya bertema sensitif. Demikian penyaji membahas
fungsi tema sensitif tersebut. Penyaji juga menyatakan mungkin karya sastra
bertema sensitif bagi kalangan sastra wangi merupakan karya-karya yang sedikit
bertentangan bagi genre sastra wangi. Dan kemungkinan memberikan dampak negatif
bagi pembacanya. Namun, bagi penyaji merasa tidak perlu mempermasalahkan
mengenai kedua aliran yang berbeda itu. Karena bagi penyaji, sastra itu bebas.
Sastra bebas diciptakan oleh pengarangnya. Jika terjadi perubahan yang
mempengaruhi pembacanya itu bergantung kepada masing-masing individu dalam
memaknai dan menyikapinya.
C. Penutup
Simpulan
Karya
sastra merupakan karya yang bebas diciptakan oleh pengarangnya. Tema sensitif
dalam kumpulan cerpen Perempuan Bersampan
Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan
Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu merupakan gambaran
tentang kehidupan manusia di masa sekarang. Kedua karya sastra tersebut
meskipun sama-sama bertema sensitif tetapi memiliki perbedaan dari bahasa yang
diceritakan pengarang masing-masing. Kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso temanya
variatif dan tidak terlalu vulgar. Sedangkan, Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu lebih
vulgar dibanding kumpulan cerpen Perempuan
Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso. Namun, temanya tidak terlalu
variatif hanya seputar tentang keseksualan. Kedua karya tersebut menimbulkan
pro dan kontra. Meskipun demikian terlepas dari pro dan kontra, kumpulan cerpen
Perempuan Bersampan Cadik karya
Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main
(dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu merupakan sesuatu yang baru dalam
sejarah sastra karena berani menampilkan tema-tema sensitif yang belum pernah
ada sebelumnya.
Daftar
Pustaka
Djenar Maesa
Ayu. 2007. Jangan Main-Main (dengan
kelaminmu). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Partini Sardjono
Pradotokusumo. 2005. Pengkajian Sastra.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rachmat Djoko
Pradopo. 2007. Beberapa Teori Sastra,
Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Satmoko Budi
Santoso. 2004. Perempuan Bersampan Cadik.
Jakarta: Grasindo.
V. Teguh
Suharto. 2015. Pengantar Teori
Belajar-Pembelajaran Bahasa dan Sastra Berbasis Pengalaman. Semarang: Widya
Sari Press Salatiga.