Minggu, 16 Agustus 2015

Tugas Mata Kuliah Teori Sastra: Analisis Pendekatan Objektif oleh mahasiswa PBSI IKIP PGRI Madiun



ANALISIS PENDEKATAN OBJEKTIF
DALAM NOVEL KUBAH
KARYA AHMAD TOHARI
Oleh
Jayanti Dwi Lestari

1.      Pendahuluan
Karya sastra itu tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teeuw, dikutip Rachmat Djoko Pradopo 2007:107). Berarti karya sastra lahir dalam dari sejarah dan sosial-budaya suatu bangsa yang dibuat oleh sastrawan yang menuliskannya berdasarkan apa yang ada didalam kehidupannya di suatu masyarakat. Oleh karena itu seorang sastrawan selalu melibatkan dan tidak terlepas dari latar sosial budayanya. Dan kesemuanya itu terpancar dari setiap karya satra yang dibuatnya.
Namun ada beberapa pemaknaan tentang karya sastra yang bisa dikatakan terlepas dari kehidupan si pengarang. Menurut Rachmat Djoko Pradopo (2007:114-115), karya sastra tidak lepas dari penulisnya. Penulis/Pengarang memberikan intensinya dalam berkarya. Karya sastra merupakan luapan atau penjelmaan perasaan, pikiran,  dan pengalaman (dalam arti luas) pengarangnya. Untuk itu bisa dikatakan bahwa karya sastra bisa dilakukan dengan proses kreatif yang dimiliki seorang pengarang. Proses kreatif ini dapat dijumpai pada suatu karya sastra rekaan seperti novel atau cerpen. Sehingga banyak pemikiran-pemikiran baru tercipta yang dilakukan oleh pengarang. Hal itu dapat dilihat dari bahasa yang digunakan dalam mengarang. Dan bahasa itu terkadang memiliki pemaknaan yang tidak semua orang dan masyarakat sastra dapat memaknainya. Tetapi tidak semua karya, ada beberapa karya sastra pemikiran baru namun lebih mempermudah pembaca dalam memaknainya.
Dalam memaknai suatu karya sastra seseorang biasanya melakukan suatu telaah terlebih dahulu dengan memahami isi dari suatu karya sastra yang dibacanya. Dan menganalisisnya dengan berbagai pendekatan-pendekatan yang dibawa oleh teori Abrams. Salah satunya dalam analisis ini lebih ditekankan menggunakan teori Abrams dengan pendekatan objektif. Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan pada karya itu sendiri (Abrams dikutip Partini Sardjono Pradotokusumo 2005:63). Ada beberapa lagi tentang pengertian pendekatan objektif, (Wiyatmi 2008:87) bahwa pendekatan objektif adalah pendekatan yang memfokuskan perhatian kepada karya sastra itu sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai stuktur yang terbebas hubungannya dengan realita, pengarang, maupun pembaca. Wellek dan Warren juga menyebutkan pengertian pendekatan objektif (Wiyatmi 2008:87) sebagai pendekatan intrinsik karena kajian difokuskan pada unsur intrinsik karya sastra yang dipandang memiliki kebulatan, koherensi, dan kebenaran sendiri (“dunia dalam kata”). Jika dikaitkan dengan pengertian strukturalisme menurut Teeuw (dikutip Wiyatmi 2008:89) Struktural memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur memandang dan memahami karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas, maupun pembaca. Dalam penerapannya pendekatan ini memahami sastra secara close reading (membaca karya secara tertutup tanpa melihat pengarangnya, hubungannya dengan realitas, maupun pembaca). Analisis difokuskan pada unsur-unsur instrinsik karya sastra. Maka strukturalisme tergolong pendekatan objektif, struktural adalah perkembangan dari pendekatan objektif yakni keduanya hanya mengkaji karya sastra itu sendiri yaitu unsur pembangun karya sastra (unsur-unsur intrinsik).
Dengan keterkaitan tersebut dalam menganalisis novel berjudul Kubah karya Ahmad Tohari dengan pendekatan objektif dibutuhkan strukturalisme, unsur pembangun dalam sebuah karya sastra. Unsur pembangun karya sastra terdapat dalam unsur-unsur intrinsik yang meliputi tema, penokohan, alur, latar/setting, sudut pandang, gaya bahasa, amanat. Untuk menganalisis novel Kubah karya Ahmad Tohari pada aspek latar maka dilakukan penjelasan mengenai unsur latar/setting agar lebih detailnya. Latar/setting meliputi latar tempat, latar suasana, dan latar waktu.
Menurut W.H. Hudson menyatakan bahwa setting (latar) adalah keseluruhan lingkungan cerita yang meliputi adat istiadat, kebiasaan  dan pandangan hidup tokoh (1960:158 dalam herman J. Waluyo 2001:198). Menurut Robert Starto menyatakan bahwa setting (latar) adalah lingkungan kejadian atau dunia dekat tempat kejadian itu berlangsung (1965:18-19 dalam herman J. Waluyo 2001:198). Dan Hudson menyebutkan lingkuangan alam sebagai setting material dan yang lain sebagai setting sosial (1958:158).
Setting (latar) berfungsi memperkuat pematutan dan faktor penentu bagi kekuatan plot (alur), begitu yang dikatakan Marjeric Henshaw (1966:15). Sementara itu, Abrams membatasi setting sebagai tempat terjadinya peristiwa dalam cerita itu (1966:15). Dalam setting, menurut Harvey faktor waktu lebih fungsional dari pada faktor alam (1965:304). Wellek mengatakan bahwa setting berfungsi untuk mengungkapkan perwatakan dan kemampuan yang berhubungan dengan alam dan manusia (1962:220-1). Setting dapat membangun suasana cerita yang menyakinkan. Menurut Montaque dan Henshaw menyatakan 3 fungsi setting, yakni:
1.      Mempertegas watak para pelaku;
2.      Memberikan tekanan pada tema cerita.
3.      Memperjelas tema yang disampaikan.
Jadi, setting atau latar berkaitan dengan waktu dan tempat dalam penceritaan, maupun suasana. Latar waktu merupakan latar yang menggambarkan kapan sebuah peristiwa itu terjadi seperti siang atau malam, tanggal, bulan, dan tahun, dan dapat juga berarti lama berlangsungnya cerita. Latar cerita adalah latar yang menggambarkan tempat/lokasi berlangsungnya peristiwa yang terjadi dalam cerita. Tempat cerita dapat berarti di dalam atau di luar rumah, di desa, atau di kota, dapat bererti di kota mana, di negeri mana, dan sebagainya. Latar suasana berkaitan dengan keadaan yang timbul dengan sendirinya bersamaan dengan jalan cerita, dan adanya latar suasana yang berlangsung membuat suatu cerita lebih menarik. Latar suasana seperti suasana sedih, tenang, marah, penuh semangat, gembira. Sehingga ketiga  unsur latar/setting diatas tidak dapat dipisahkan.
Berkaitan dengan hal tersebut, sebelum mengetahui latar/setting dalam novel dilakukan pemaparan dahulu mengenai ringkasan dari isi novel yang akan dianalisis. Berikut ringkasan novel Kubah karya Ahmad Tohari yang menceritakan tentang kehidupan seorang tokoh bernama Karman yang mengulas sebelum dan sesudahnya dia terbebas dari tahanan karena keterlibatannya dalam kasus politik sebagai pengikut paham komunis.
Sebelumnya Karman adalah sosok yang dikenal sebagai orang yang cerdas dari desa Pegaten. Semasa kecilnya ia hidup susah, hidup tanpa bapak dan harus bekerja menjadi pembantu dan pengasuh anak Haji Bakir, tetangganya, orang terkaya dan terpandang di desa Pegaten. Dia hanya menamatkan pendidikannya sampai SMP dengan bantuan pamannya. Karena tidak bisa melanjutkan sekolah, akhirnya dia harus bekerja dengan termakan bujuk rayu kawannya Margo untuk bergabung dengan partai komunisnya sebagai sekretaris. Dia dibekali paham ajaran partai itu seperti antara lain meninggalkan kebiasaan sholat, dan disinggungnya perbedaan antara kaya dan miskin. Paham tersebut ia terapkan dalam kehidupannya. Hingga membuat banyak para orang-orang di masyarakat Pegaten resah. Seperti gambaran sejarah, pada tahun 1965 merupakan akhir dari komunis di Indonesia, Para pengikut partai tersebut dibabat habis dengan hukuman mati. Kecuali Karman dia ketakutan dan kabur mencari perlindungan, hidup di hutan, di kuburan hingga akhirnya tertangkap setelah menderita gizi buruk. Diasingkan di tahan di pulai B selama 12 tahun. Sesudah dia dibebaskan dari tahanan dia berpikir masih layakkah dia dan diterimakah dia oleh masyarakat kampung Pegaten. Jawaban dari pikirannya itupun terjawab setelah dia memberanikan diri untuk kembali ke kampungnya dengan anak perempuannya yang bersedia menjemput dan mengantar Karman ke rumah ibunya atas perintah bekas istri Karman yang telah menikah lagi dengan teman Karman saat Karman berada di .dalam tahanan. Semua orang di masyarakat Pegaten sama sekali tidak membenci Karman. Padahal Karman pernah melakukan perbuatan tercela selama ia menjadi pengikut paham komunis. Banyak orang berdatangan begitu pula mantan Istri Karman. Di akhir cerita, Karman telah mampu berbaur dengan warga kampungnya. Dan suatu ketika, masjid di kampungnya akan direnovasi. Karman pun tidak tinggal diam. Dia juga ikut membuatkan kubah masjid. Dan Karman tidak mengharapkan upah dari hasil kerjanya itu. Kubah itu terlihat sangat bagus. Banyak orang memujinya. Akan tetapi bukan pujian semata yang berharga bagi Karman, yang berharga adalah kebahagiaan yang kini dirasakannya. Kebahagiaan dimana ia diterima oleh masyarakat bukan pengucilan yang selama ini ada difikirannya.

2.      Unsur latar/setting dalam Kubah
Kubah menceritakan kisah seorang tokoh utama bernama Karman yang pernah menjadi tahanan di pulau B atau tepatnya di Markas Komando Distrik Militer karena keterlibatan dia dalam kasus politik penganut paham komunis. Setelah menjadi tahanan selama 12 tahun tentu tidak mudah bagi sosok Karman untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya dan kembalinya dia ke desa Pegaten kampungnya. Selama perjalanan Karman dari terlepasnya tahanan, sampai dicerita beralur mundurnya isi novel yang menceritakan kehidupan masa lalunya hingga terlibat dia dalam kasus politik, dan kehidupan setelah akhir dari tahanan. Karman telah melalui banyak latar/setting. Baik itu latar/setting tempat, waktu hingga suasana telah tergambarkan didalamnya. Berikut gambaran latar/setting yang lebih lanjut dapat dilihat melalui analisis latar/setting dalam strukturalisme yang merupakan perkembangan dari pendekatan objektif.

a.      Latar/setting tempat
1. Tempat yang menjadi latar dalam novel ini pertama adalah desa Pegaten. Desa Pegaten adalah desa tempat Karman dilahirkan dan dibesarkan sebelum Karman diasingkan ke pulau B dan kembali lagi ke kampungnya desa Pegaten. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui terlalu seringnya penyinggungan mengenai desa Pegaten. Berikut kutipan sebagai bukti latar/setting tempat di desa Pegaten.
Desa Pegaten yang kecil itu dibatasi oleh Kali Mundu di sebelah barat. Bila datang hujan, sungai itu berwarna kuning tanah. Tetapi pada hari-hari biasa air di Kali Mundu bening dan sejuk. Di musim kemarau Kali Mundu berubah menjadi selokan besar penuh pasir dan batu. Orang-orang Pegaten yang memerlukan air, cukup menggali belik di tengah hamparan pasir. Ceruk yang dangkal itu akan mengeluarkan air minum yang jernih (Ahmad Tohari, 2005:36).

Tetapi wajah orang-orang Pegaten yang berhias senyum, sikap mereka yang makin ramah, membuat Karman merasa sangat bahagia (Ahmad Tohari, 2005:189).
2.    Gedung Markas Komando Distrik Militer. Berikut kutipan pembuktiaannya.
Sampai di dekat pintu keluar, Karman kembali gagap dan tertegun. Menoleh ke kiri dan kanan seakan ia merasa sedang ditonton oleh seribu pasang mata. Akhirnya, dengan kaki gemetar ia melangkah menuruni gedung Markas Komando Distrik Militer itu (Ahmad Tohari, 2005:7).
3.    Di pinggir jalan. Kutipan paragraf pembuktiannya.
Dari jauh Karman melihat lapisan aspal jalan raya memantulkan fatamorgana. Atap seng gedung olahraga di seberang jalan itu berbinar karena terpanggang panas matahari (Ahmad Tohari, 2005:8).
4.    Alun-alun Kabupaten. Pembuktiannya pada kutipan berikut.
Dan tak lama kemudian lelaki berusia 42 tahun itu mendapatkan apa yang diinginkannya, sebuah tempat yang enak untuk duduk, di bawah pohon beringin alun-alun Kabupaten(Ahmad Tohari, 2005:11).
5.    Pulau B. Dalam kutipan berikut.
Debu mengepul mengikuti langkah-langkah lelaki yang baru datang dari Pulau B itu (Ahmad Tohari, 2005:8).
Menjelaskan bahwa Lelaki adalah Karman dari Pulau B dia ditahan tepatnya di
Markas Komando Distrik Militer. Yang dijelaskan diatas pula sebelumnya dalam
cerita sebelum menyinggung pulau B. Bahwa Karman baru keluar dari tempat
tersebut.

b.      Latar/setting waktu
1.    Latar waktu yang pertama terjadi pada Oktober 1965 dan terjadi kegegeran. Hal tersebut dalam dibuktikan dalam kutipan paragraf berikut ini.
Geger Oktober 1965 sudah dilupakan orang, juga di Pegaten. Orang-orang yang mempunyai sangkutpaut dengan peristiwa itu, baik yang pernah ditahan atau tidak, telah menjadi warga masyarakat yang taat. Tampaknya mereka ingin disebut sebagai orang yang sungguh-sungguh menyesal karena telah menyebabkan guncangan besar di tengah kehidupan masyarakat. Bila ada perintah kerja bakti, merekalah yang paling dulu muncul. Sikap mereka yang demikian itu cepat mendatangkan rasa bersahabat di antara sesama warga desa Pegaten (Ahmad Tohari, 2005:36).
2.    Selanjutnya pada tahun ajaran baru 1950. Pembuktian kutipannya sebagai berikut.
Karman merasa menjadi anak yang paling berbahagia di dunia. Pada permulaan tahun ajaran baru tahun 1950, Karman sudah menjadi seorang murid SMP di sebuah kota kabupaten yang terdekat. Karman menjadi anak Pegaten pertama yang menempuh pendidikan sampai ke tingkat menengah (Ahmad Tohari, 2005:74).
3.    Latar waktu berikutnya pada awal tahun enam puluhan. Dapat dibuktikan dalam kutipan paragraf dibawah ini.
Yang terjadi di Pegaten pada awal tahun enam puluhan, sama seperti yang terjadi di mana-mana. Boleh jadi orang tidak senang mengingat masa itu kembali karena kepahitan hidup yang terjadi waktu itu (Ahmad Tohari, 2005:132).
4.    Latar waktu selanjutnya terjadi pada bulan Agustus 1977. Buktinya terdapat pada kutipan paragraf dibawah ini.
Dari dulu desa itu bernama Pegaten, juga pada bulan Agustus 1977 dan entah sampai kapan lagi. Tadi malam ada hujan walaupun sebentar Cukuplah untuk melunturkan debu yang melapisi dedaunan. Tanah berwarna cokelat kembali setelah beberapa memutih tiada kandungan air (Ahmad Tohari, 2005:167).
5.    Siang hari. Terdapat pada kutipan dibawah ini.
Terik matahari langsung menyiram tubuhnya begitu Karman mencapai tempat terbuka di halaman gedung. Panas. Rumput dan tanaman hias yang tak terawat tampak kusam dan layu. Banyak daun dan rantingnya yang kering dan mati. Debu mengepul mengikuti langkah-langkah lelaki yang baru datang dari Pulau B itu (Ahmad Tohari, 2005:8).
Dalam pembuktian dapat dijelaskan dan ditekankan kembali pada kalimat :
·   Terik matahari........
·   Panas. Rumput dan tanaman hias yang tak terawat tampak kusam dan layu.
Banyak daun dan rantingnya yang kering dan mati. Debu mengepul.......
Jadi, Terik matahari.... dan Panas. Rumput........ menandakan keadaan siang hari.
6.    Dua belas tahun Karman ditahan. Dalam kutipan berikut.
Karman belum terbuang selama selama dua belas tahun di Pulau B (Ahmad Tohari, 2005:8).
Artinya selama dua belas tahun Karman di tahan di Pulau B.

c.       Latar/setting suasana
1.    Latar suasana gembira dan bercampur kepedihan. Terjadi ketika Karman mengirimkan surat kepada Karman, saat Karman berada di Pulau B. Berikut kutipan pembuktiannya.
Waktu menerima surat Marni itu di Pulau B mula-mula Karman merasa sangat gembira. Surat dari istri yang terpisah ribuan kilometer adalah sesuatu yang tak ternilai harganya bagi seorang suami yang sedang jauh terbuang. Sebelum membaca surat itu, sudah terbayang oleh Karman lekuk sudut bibir Marni yang bagus: suaranya yang lembut, atau segala tingkah lakunya yang membuktikan Marni adalah perempuan yang bisa jadi penyejuk suami. Tetapi selesai membaca surat itu Karman mendadak merasa sulit bernapas. Padang datar yang kerontang dan penuh kerikil seakan mendadak tergelar di hadapannya. Padang yang sangat mengerikan, asing, dan karman merasa tegak seorang diri. Keseimbangan batin Karman terguncang keras. Semangat hidupnya nyaris runtuh (Ahmad Tohari, 2005:14).

Dalam pembuktian latar/setting suasana gembira dan bercampur kepedihan dapat
dijelaskan dan ditekankan kembali pada kalimat :
Gembira : Waktu menerima surat Marni itu di Pulau B mula-mula Karman
merasa sangat gembira.
Kepedihan : Tetapi selesai membaca surat itu Karman mendadak merasa sulit bernapas. Padang datar yang kerontang dan penuh kerikil seakan mendadak tergelar di hadapannya. Padang yang sangat mengerikan, asing, dan karman merasa tegak seorang diri. Keseimbangan batin Karman terguncang keras. Semangat hidupnya nyaris runtuh.
Jadi, kata gembira dan mendadak merasa sulit bernapas, terguncang keras, semangat hidupnya nyaris runtuh menandai tergambar suasana gembira dan bercampur kesedihan.
2.    Latar suasana hening dan haru, disaat pertemuan Karman dan anaknya bernama Rudio di rumah Gono. Berikut kutipan mengenai hal tersebut.
Kemudian atas nama nalurinya, anak remaja itu berkata ragu-ragu, “Ayah...?”
         Sepi.
Karman menelan ludah, menelan kembali perasaannya yang tiba-tiba akan meledak. Air matanya meleleh.
         “Ya, Nak. Aku Ayah!”
Hening lagi. Ayah dan anak yang jumpa setelah belasan tahun terpisah jauh itu tidak berpelukan (Ahmad Tohari, 2005:33).

Dalam pembuktian latar/setting suasana hening dan haru dapat dijelaskan dan
ditekankan kembali pada kalimat :
Hening : Hening lagi. Ayah dan anak yang jumpa setelah belasan tahun terpisah
jauh itu tidak berpelukan
Haru : Karman menelan ludah, menelan kembali perasaannya yang tiba-tiba akan
meledak. Air matanya meleleh.
Jadi, kata hening dan perasaannya yang tiba-tiba akan meledak, air matanya
meleleh menandakan suasana hening dan haru.
3.    Latar suasana berikutnya adalah mendebarkan atau menegangkan, yang tergambar dalam kutipan paragraf berikut.
Kambing Pohing tidak bertahan lama. Kibas berbulu itu lari. Kambing Haji Bakir penasaran, lalu mengamuk. Matanya jalang. Tiba-tiba ia mengambil ancang-ancang hendak menyerang seorang gadis kecil yang berbaju putih. Mungkin binatang itu mengira Rifah adalah lawannya yang telah lari. Karman maju melindungi Rifah yang menjerit dengan muka biru. Kedua tanduk binatang itu ditangkapnya. Karena tenaganya kalah kuat Karman terayun-ayun oleh empasan binatang yang marah itu. Tapi Karman bertahan sampai beberapa orang dewasa bertindak. Rifah masih menggigil ketakutan ketika diangkat oleh Haji Bakir (Ahmad Tohari, 2005:61-62).

Dalam pembuktian latar/setting suasana mendebarkan atau menegangkan dapat
dijelaskan dan ditekankan kembali pada kalimat :
Karman maju melindungi Rifah yang menjerit dengan muka biru. Menegangkan
pada kata menjerit. Kemudian Karena tenaganya kalah kuat Karman terayun-ayun oleh empasan binatang yang marah itu. Menegangkan pada kata terayun-ayun oleh empasan. Dan pada Rifah masih menggigil ketakutan ketika diangkat oleh Haji Bakir. Menegangkan pada kata menggigil.
4.    Selanjutnya latar suasana menyeramkan terdapat pada perbincangan Karman dengan Kastagethek dalam cerita. Berikut kutipan perbincangan keduanya beserta paragraf yang menceritakan latar suasana.
“Itu terserah pada sampeyan. Yang jelas kemarin malam saya melihatnya. Kemarin ada sesuatu yang tiba-tiba melompat dari air dan mendarat di rakit ini. Saya kira ikan gabus karena ikan itu memang biasa melompat-lompat seperti itu. Eh, Pak Karman ingin tahu ternyata apa?”
“Apa?”
“Potongan kaki manusia. Darah masih menetes pada bekas potongannya.”
Ketika menceritakan pengalaman itu Kasta tampak tetap tenang, amat tenang. Tetapi Karman mengerutkan kening. Ketakutan muncul jelas pada layar wajahnya (Ahmad Tohari, 2005:156).

Dalam pembuktian latar/setting suasana menyeramkan dapat dijelaskan dan
ditekankan kembali pada kata ketakutan karena adanya perkataan Kastagethek yang menceritakan keadaan suasana kemarin malam yaitu potongan kaki manusia dan darah yang masih menetes pada bekas potongannya.
5.    Berikutnya latar suasana mengharukan. Tergambar dari cuplikan paragraf pertemuan antara Marni dan Karman yang membuat suasana menjadi mengharukan terdapat pada isakan tangis para perempuan-perempuan dalam cerita novel tersebut. Dibawah cuplikan bukti latar suasana mengharukan tersebut.
Orang tak usah mncari kata-kata yang berlebihan, karena yang kemudian terjadi memang sulit dilukiskan dengan bahasa. Perempuan-perempuan yang menahan isak. Lelaki-lelaki yang tiba-tiba jadi gagu. Dan suasana yang mendadak bisu tetapi penuh haru-biru (Ahmad Tohari, 2005:175).

Dalam pembuktian latar/setting suasana mengharukan dapat dijelaskan dan ditekankan kembali pada menahan isak dan haru-biru.
6.      Latar suasana bahagia. Terdapat pada kutipan dibawah ini.
Tetapi wajah orang-orang Pegaten yang berhias senyum, sikap mereka yang makin ramah, membuat Karman merasa sangat bahagia (Ahmad Tohari, 2005:189).

Dalam pembuktian latar/setting suasana bahagia dapat dijelaskan dan ditekankan
kembali pada kalimat Karman merasa sangat bahagia.

3.      Kesimpulan
Tokoh utama Karman yang dihadirkan Ahmad Tohari melalui struktur latar/setting kehidupannya dapat terinci dalam ulasan berikut ini.
Diawali dari masa kecil hingga dia mencapai dewasa ia hidup di desa Pegaten. Kemudian beranjak dewasa Karman mulai terpengaruh oleh paham komunis. Hal tersebut membuat Karman harus ditahan di Pulau B tepatnya di Markas Komando Distrik Militer selama dua belas tahun dengan. Selama dua belas tahun suasana gembira dan bercampur kepedihan dirasakan oleh tokoh Karman ditahanan dalam konteks pengiriman surat dan isi surat yang menyayat hati Karman. Setelah mengalami dua belas tahun ditahanan Karman dapat bebas. Setelah bebas akhirnya sosok tokoh Karman dapat diterima kembali oleh masyarakat desa Pegaten dengan suasana gembira ditandai dengan terbebasnya dia dari rasa pengucilan yang selama ini ada difikirannya.

Daftar Pustaka
Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wiyatmi. 2008. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.
Waluyo, Herman J. 2002. Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga: Widya Sari Press Salatiga.
Tohari, Ahmad. 2005. Kubah. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar