ANALISIS PUISI KUBAKAR CINTAKU KARYA EMHA AINUN NAJIB
BERDASARKAN SEMIOTIKA MENURUT
RIFFATERRE
Oleh
Jayanti Dwi Lestari
14311041
1.
Pendahuluan
Sastra memiliki
definisi yang luas pengertiannya. Dapat dilihat melalui beberapa pendapat yang
diungkapkan para ahli sastra pada sumber-sumber buku tertentu yang mengartikan
sastra dengan pengertian dan pemahaman yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat
terjadi, karena pada hakikatnya setiap manusia pasti memiliki pandangan yang
berbeda-beda mengenai suatu hal, termasuk pula pengertian sastra mulai
bermunculan pada setiap kalangan manusia sastra.
Menurut Wellek
dan Warren (dalam Wiyatmi, 2008: 14-15) sastra ialah segala sesuatu yang
tertulis atau tercetak yang hanya dibatasi pada mahakarya, yaitu buku-buku yang
menekankan pada bentuk, ekspresi sastra dan memiliki bahasa khas untuk
dipahami. Sejalan dengan pemikiran di atas Luxemburg dkk (dalam Wiyatmi, 2008:
15-16) berpendapat bahwasanya sastra ialah dunia baru yang diciptakan oleh
luapan emosi spontanitas seorang sastrawan yang menghasilkan suatu hasil
tertentu dan kehadirannya tidak terlepas dari lingkungan kebudayaan. Dari
beberapa pendapat yang diuraikan maka didapatkan hasil bahwa sastra ialah
sesuatu yang diciptakan sastrawan/pengarang dalam bentuk tulisan yang memiliki
bahasa khas dan pembuatannya tidak terlepas inspirasinya dari lingkungan
pengarang/sastrawan itu sendiri.
Berangkat dari
pengertian sastra, sastra sangatlah erat hubungannya dengan karya sastra.
Karena wujud dari sastra itu sendiri terdapat pada karya-karya sastra yang
diciptakan oleh para sastrawan/pengarang. Maka karya sastra juga memiliki
banyak pengertian. Karya sastra menurut Teeuw (dalam Rachmat Djoko Pradopo
2007:107) tidak bisa lahir dalam kekosongan budaya. Disamping itu Rachmat Djoko
Pradopo (2007:108) juga berpendapat bahwa karya satra adalah sebuah struktur
tanda yang bermakna yang ditulis oleh pengarang. Sehingga bila dimaknai maka
karya sastra adalah hasil karya cipta pengarang/sastrawan yang memiliki tanda
dan bermakna serta proses pembuatannya tidak bisa terlepas dari latar sosial
budaya pengarang/sastrawan itu sendiri.
Karya sastra
lahir dari kehidupan pengarang itu sendiri, maka karya sastra merupakan sebuah
sistem yang mempunyai konvensi-konvensi tersendiri pula (Rachmat Djoko Pradopo,
2001: 122). Karena dalam sastra terdapat jenis-jenis atau genre sastra yang
beragam. Genre sastra adalah suatu hasil klasifikasi terhadap bentuk dan isi
karya sastra berwujud realitas atau nyata (Wiyatmi, 2008: 20). Sejalan dengan
pemikiran tersebut maka, secara konvensional genre sastra dapat
diklasifikasikan, yaitu ada jenis puisi dan prosa. Prosa ialah sebuah teks atau
karya rekaan yang tidak berbentuk dialog yang isinya dapat merupakan kisah
sejarah atau sederetan peristiwa (Melani, Ida, Manneke, Ibnu, 2003: 77), ragam
prosa ada cerpen, novel, dan roman (Rachmat Djoko Pradopo, 2007:122).
Selanjutnya, puisi
dapat diartikan sebagai ragam sastra yang terikat oleh unsur-unsurnya, seperti
irama, rima, majas, baris, dan bait (Yusuf, 1995: 225, dalam Maman Suryaman dan
Wiyatmi, 2012: 12), ragam puisi: puisi lirik, syair, pantun, dan sebagainya
(Rachmat Djoko Pradopo, 2007:122). Dalam menganalisis harus mengetahui sistem
tanda untuk menentukan konvensi yang memungkinkan struktur tanda dalam genre
sastra mempunyai makna (Rachmat Djoko Pradopo, 2007: 122). Maka, dari
serangkaian uraian dapat disimpulkan bahwasanya genre sastra diklasifikasikan
ada 2, yakni prosa dan puisi. Prosa adalah teks atau karya rekaan yang tidak
berbentuk dialog yang isinya dapat merupakan kisah sejarah atau sederetan
peristiwa. Sedangkan puisi ragam sastra yang terikat oleh unsur-unsur. Didalam
pemaknaannya prosa dan puisi memiliki konvensi-konvensi tersendiri.
Berkaitan dengan
permasalahan analisis puisi yang akan dibahas, maka dalam hal ini genre sastra
yang akan dijadikan objek kajian analisis adalah puisi. Puisi adalah salah satu
bentuk kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara
imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa yakni
dengan mengkonsentrasikan fisik dan struktur hatinya (Herman J. Waluyo, 1991:
29). Sedangkan puisi menurut Rachmat Djoko Pradopo (2007: 122) merupakan sistem
tanda yang mempunyai satuan-satuan tanda minimal seperti kosakata, bahasa
kiasan, diantaranya: personifikasi, simile, metafora, dan metomini yang
kesemuanya memiliki tanda bermakna berdasarkan konvensi-konvensi atau
perjanjian masyarakat.
Dari pengertian
puisi menurut beberapa pendapat diatas. Dapat dikatakan bahwa puisi ialah salah
satu bentuk hasil karya sastra penyair yang di dalamnya memiliki bahasa khas
bermakna. Dan di dalam pemaknaannya terdapat tanda-tanda bermakna berdasarkan
konvensi atau perjanjian masyarakat. Oleh karena itu, sebelum dilakukan analisa
telah disiapkan sebuah puisi berjudul Kubakar
Cintaku karya Emha Ainun Najib. Dipilihnya puisi ini karena didalamnya
terdapat pemaknaan yang khusus, khusus dikarenakan memiliki tanda-tanda atau
makna-makna yang tidak sebenarnya. Sehingga diperlukan teori semiotika dalam
menganalisisnya. Disamping hal itu, bila pemaknaan khusus akan lebih mudah jika
analisisnya menggunakan teori semiotika riffaterre, yaitu pembacaan heuristik
dan pembacaan hermeneutik (Rachmat Djoko Pradopo, 2007: 123). Untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai semiotika riffaterre yang akan digunakan dalam
menganalisis, ada baiknya jika mengetahui teorinya terlebih dahulu.
Semiotika adalah
ilmu yang mempelajari tentang tanda (Rachmat Djoko Pradopo, 1993: 121). Karena
di dalam analisis puisi menggunakan teori riffaterre maka untuk lebih lanjutnya
ketahui terlebih dahulu ungkapan riffaterre dalam memaknai bahasa yang ada pada
puisi. Bahasa dianalisis karena sesungguhnya bahasa merupakan sistem tanda
dalam suatu karya sastra (Rachmat Djoko Pradopo, 1993: 122). Menurut Riffatere
(dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1993: 210) menyatakan bahwasanya puisi itu
menyatakan pengertian-pengertian atau hal-hal secara tidak langsung, yaitu
menyatakan sesuatu hal dan berarti lain. Dari pernyataan tersebut berarti
bahasa dalam puisi memiliki makna yang lain daripada bahasa pada umumnya.
Ketidaklangsungan
puisi menurut Riffaterre (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1993: 210) disebabkan
oleh tiga hal: penggantian arti (displacing),
penyimpangan arti (distorting), dan
penciptaan arti (creating of meaning).
Penggantian arti menurut Riffaterre (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1993: 212)
pada umumnya kata-kata kiasan menggantikan arti sesuatu yang lain. Penggantian
arti dalam pernyataan ini diartikan bahwasanya suatu kata kiasan berarti lain
atau tidak sesuai menurut arti sesungguhnya. Penyimpangan arti dapat terjadi
bila dalam puisi terdapat ambiguitas, kontradiksi, ataupun nonsense
(Riffaterre, dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1993: 213). Ambiguitas adalah bahasa
sastra yang memiliki arti ganda, kegandaan berupa arti sebuah kata, frase,
ataupun kalimat (Riffaterre, dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2007: 125). Kontradiksi
menurut Riffaterre (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2007: 126) mengandung
pertentangan, yang disebabkan oleh majas paradoks atau ironi. Nonsense adalah
bentuk kata-kata yang secara linguistik berupa bunyi yang tidak ada dalam
kosakata dan tidak memiliki arti. Tetapi di dalam puisi nonsense mempunyai
makna karena adanya konvensi sastra. Nonsense biasanya terdapat pada puisi
bergaya mantra (Riffaterre, dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2007: 128).
Selanjutnya, penciptaan
arti terjadi bila ruang teks (spasi teks) berlaku sebagai prinsip
pengorganisasian untuk membuat tanda-tanda keluar dari hal-hal ketatabahasaan
yang sesungguhnya secara linguistik tidak ada artinya (Riffaterre, dalam
Rachmat Djoko Pradopo, 1993: 220). Tanda-tanda yang keluar dari ketatabahasaan
ini biasanya dapat dijumpai dalam puisi berupa keseimbangan (simitri) yaitu
persejajaran arti antara bait-bait atau antara baris-baris dalam bait,
persamaan posisi (homologies), rima,
dan ekuivalensi makna (semantik) (Rahmat Djoko Pradopo, 1993: 220). Jadi, dapat
dikatakan dalam penciptaan arti terjadi tanda-tanda yang keluar dari sistem
ketatabahasaan namun masih memiliki makna terutama dikarenakan adanya
keseimbangan dan persamaan posisi.
Bila sudah
dibahas mengenai konvensi ketidaklangsungan puisi, berikutnya akan membahas
mengenai pembacaan heuristik dan hermeneutik untuk memaknai puisi secara
semiotik (Riffateree, dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2007: 134). Pembacaan
heuristik adalah pembacaan menemukan arti secara referensial, menurut kemampuan
bahasa yang mendasar berdasarkan fungsi bahasa dan fungsi mimetik (Wiyatmi,
2008: 95). Sedangkan pembacaan hermeneutik adalah tahap kelanjutan membongkar
kode-kode sastra secara struktural atas dasar maknanya, yaitu penyimpangan dari
bahasa dan makna sebenarnya atau disebut dengan ungramaticalities dengan latar
belakang (hubungan intertekstual) menyimpang dari keseluruhan makna dari puisi
dan disesuaikan pula dengan puisi-puisi yang lain yang juga sudah dimaknai
secara menyimpang dari makna sebenarnya (Riffaterre, dalam Wiyatmi, 2008: 95).
Jika disimpulkan pembacaan heuristik adalah pemaknaan makna sebenarnya,
sedangkan pembacaan hermeneutik pemaknaan tidak sebenarnya, yaitu menyimpang
dari tata kebahasaan disebabkan karena adanya kejanggalan bila dimaknai secara
sebenarnya.
Kejanggalan
dalam puisi dapat ditemui dengan cara melakukan pembacaan heuristik terlebih
dahulu. Bila sudah memaknai sebenarnya, maka akan ditemukan sesuatu yang harus
dibaca menggunakan pembacaan hermeneutik. Dalam pembacaan hermeneutik melalui
tiga proses yaitu pencarian matrik, hipogram, dan makna. Matrik terdiri dari satu kata,
gabungan kata, bagian kalimat atau kalimat sederhana (Salam, 2009: 7),
hipogram adalah karya sastra disejajarkan dengan karya sastra lain
(Bernard dalam Salam, 2009: 7). Proses selanjutnya adalah pemaknaan atau
pengartian, menurut Riffaterre (dalam Faruk, 2012: 147) arti berpusat pada matriks atau hipogram yang
tidak diucapkan di dalam puisinya sendiri, walaupun dapat disiratkannya, maka
data mengenainya tidak dapat ditemukan di dalam teks, melainkan di dalam
pikiran pembaca ataupun pengarang.
Dari serangkaian ungkapan di atas
dapat disimpulkan bahwasanya dalam menganalis dibutuhkan pembacaan heuristik
yaitu pencarian seluruh makna dalam puisi. Kemudian, bila didalam pembacaan
heuristik menemukan suatu makna yang janggal. Maka, dapat dilanjutkan dengan
pemaknaan hermeneutik. Dimana mencari matrik atau kata kunci yang biasanya
terdiri dari satu kata atau lebih bermakna janggal. Setelah itu dicari
hipogramnya atau konvensi-konvensi maknanya yang sudah pernah dilakukan proses
analisis pemaknaan kata itu. Konvensi ini diartikan menyimpang dari makna
sebenarnya. Dan finalisasinya dengan pemaknaan matrik sesuai pemaknaan
tersendiri yang sudah terkonvensi oleh hipogramnya. Untuk menganalisis puisi
dengan teori semiotika Riffateree yang perlu dipersiapkan adalah puisinya. Dalam
penyajian puisi Kubakar Cintaku karya
Emha Ainun Najib yang akan dianalis menggunakan semiotika Riffaterre, ditambahkan
dengan angka-angka Romawi dan angka-angka Arab. Angka Romawi tertera di sebelah
kanan puisi berfungsi sebagai urutan bait. Angka-angka Arab di sebelah kanan
puisi berfungsi sebagai urutan baris. Berikut teks puisi Kubakar Cintaku secara utuh.
Kubakar
Cintaku
I Kubakar cintaku 1
Dalam hening nafasMu
Perlahan lagu menyayat
Nasibku yang penat
II Kubakar cintaku 5
Dalam sampai sunyiMu
Agar lindap, agar tatap
Dari hujung merapat
III Rinduku terbang 9
Menembus penyap bayang
Rinduku burung malam
Menangkup cahaya rahasia
bintang-bintang
IV Kucabik mega kucabik suara 13
Betapa berat Kau di sukma
Agar hati, agar sauh di pantai
Sampai juga di getar ini
2.
Pembacaan
Heuristik puisi Kubakar Cintaku karya
Emha Ainun Najib
Judul puisi ini
yaitu Kubakar Cintaku. Kata kubakar berarti aku/pengarang membakar
dengan menggunakan api. Kata cintaku
berarti cinta atau rasa sayang si aku/pengarang. Secara nyata, judul puisi ini
berarti seseorang yang telah membakar rasa cintanya. Dari pengertian didalam
judul ini sudah timbul ketidakgramatikalan. Karena tidak mungkin seseorang
membakar cintanya.
Kemudian di
lanjut pada baris 1 berbunyi, /kubakar
cintaku/. Sehingga artinya sama dengan judulnya. Baris 2 berbunyi, /dalam hening nafasMu/. Kata dalam berarti jauh di bawah dan mendalam.
Hening memiliki pengertian sunyi atau
sepi. NafasMu berarti keluar masuknya
udara melalui hidung, jika dikaitkan dengan Mu
maka terdapat nilai keagamaan didalamnya. Dimana Mu memiliki makna Tuhan. Maka nafasMu
adalah udara atau kehidupan yang diberikan Tuhan. Jadi pada baris ini berarti,
berada pada dalamnya sepi disetiap kehidupan yang diberikan Tuhan.
Baris 3
berbunyi, /perlahan lagu menyayat/.
Kata perlahan berarti pelan-pelan
atau lambat. Lagu berarti nyanyian. Menyayat berarti memotong pipih.
Sehingga pada baris ini bermakna lambat-lambat nyanyian itu memotong hingga
pipih. Dalam baris tiga ini terdapat ketidakgramatikalan. Baris 4 berbunyi, /nasibku yang penat/. Kata nasibku berarti takdir ditambah ku menjadi takdirku atau takdir si
aku/pengarang. Yang berarti kata
petunjuk. Penat berarti letih. Jadi
baris 4. Berarti takdir si pengarang yang berada dalam keadaan letih atau
kecapekan.
Baris 5
berbunyi, /kubakar cintaku/. Sehingga
artinya sama dengan judul dan baris 1. Selanjutnya baris 6 berbunyi, /dalam sampai sunyiMu/. Kata dalam berarti jauh di bawah dan
mendalam. Sampai berarti hingga. SunyiMu berarti sepi yang diberikan atau
ditakdirkan Tuhan. Sehingga dalam baris ini berarti berada pada dalamnya hingga
sampai pada sepi atau kesepian yang diberikan atau ditakdirkan Tuhan.
Baris 7
berbunyi, /agar lindap, agar tatap/.
Kata agar berarti supaya. Lindap berarti teduh atau tidak panas. Tatap berarti tenang. Baris ini berarti
supaya teduh dan supaya merasa tenang. Baris 8 berbunyi, /dari hujung merapat/. Kata dari
berarti kata perangai pernyataan asal sesuatu. Hujung berarti pucuk atau terakhir. Merapat berarti mendekat tak berjarak. Dapat diartikan pada baris
ini menyatakan hingga sampai terakhir mendekat.
Baris 9
berbunyi, /rinduku terbang/. Kata rinduku berarti kenginan bertemu yang
diinginkan si aku/pengarang. Terbang
berarti melayang atau meninggi atau naik diatas. Baris ini berarti keinginan
seseorang bertemu dengan seseorang yang tidak bisa ditahan hingga membuat
seseorang terbang melayang tinggi atau keinginannya itu menggebu-gebu atau
kangennya begitu sangat meninggi. Baris 10 berbunyi, /menembus penyap bayang/. Kata menembus
berarti sampai melubangi atau tembus. Penyap
berarti lenyap atau hilang. Bayang
berarti gambar gelap yang terjadi karena sinar mengenai suatu benda. Maka pada
baris ini berarti menembus hingga hilang sampai gelap. Tidak sesuai sehingga
tampak ketidakgramatikalannya.
Baris 11
berbunyi, /rinduku burung malam/.
Kata rinduku berarti kenginan bertemu
yang diinginkan si aku/pengarang. Burung
berarti hewan unggas yang terbang. Malam
berarti waktu menunjukkan mulai gelap. Maka baris ini berarti keinginan
seseorang bertemu seseorang yang juga meninggi seperti burung, kerinduan ini
terjadi pada malam hari yang gelap. Baris 12 berbunyi, /menangkup cahaya rahasia bintang-bintang/. Kata menangkup berarti tungkup atau tangkap
atau meraih. Cahaya berarti sinar. Rahasia berarti tersembunyi. Bintang-bintang berarti benda di langit
pada malam hari yang lebih dari satu. Sehingga dari baris ini berarti meraih
sinar yang tersembunyi layaknya didalam cahaya benda di malam hari atau
bintang-bintang.
Baris 13
berbunyi, /kucabik mega kucabik suara/.
Kata kucabik berarti si aku merobek
atau mengoyak. Mega berarti awan. Suara berarti bunyi. Baris ini berarti seseorang
yang mengoyak awan dan mengoyak bunyi. Maka dalam baris ini terdapat
ketidakgramatikalan. Baris 14 berbunyi, /betapa
berat Kau di sukma/. Kata betapa
berarti bagaimana. Berat berarti
tidak ringan. Kau berarti Tuhan. Di berarti kata perangai pernyataan
tempat. Sukma berarti roh atau jiwa
atau nyawa. Maka dalam baris ini bermakna bagaimana tidak ringan adanya Tuhan
benar-benar berada di jiwa atau betapa berat rasanya ketika mengingat Tuhan tertuju
(menunjukkan) di jiwa.
Baris 15
berbunyi, /agar hati, agar sauh di
pantai/. Kata agar berarti
supaya. Hati berarti perasaan batin. Sauh berarti jangkar. Di berarti kata perangai pernyataan
tempat. Pantai berarti landai atau
miring (tanah). Maka baris ini berarti supaya perasaan dan supaya mendalam
ibarat jangkar dan akhirnya tertuju pada suatu tempat atau terdampar pada daratan
yang miring seperti pantai. Sehingga pada baris ini memiliki
ketidakgramatikalan. Baris 16 berbunyi, /sampai
juga di getar ini/. Kata sampai
berarti hingga. Juga berarti sama
dengan yang telah disebutkan sebelumnya. Di
berarti berarti kata perangai pernyataan tempat. Getar berarti berguncang. Ini
berarti kata petunjuk pada suatu benda. Baris ini berarti hingga juga sama
membuat berguncang pada ini yang dimaksud sebagai diri ini atau si aku/pengarang.
Pembacaan
heuristik di atas masih menghasilkan makna terpecah-pecah. Maka untuk menemukan
makna keseluruhan dan memusat diperlukan pembacaan hermeneutik sebagai proses
kelanjutannya. Sehingga, proses pemaknaan puisi Kubakar Cintaku dengan pembacaan hermeneutik dapat diuraikan
seperti yang ada dibawah ini.
3.
Pembacaan
Hermeneutik puisi Kubakar Cintaku
karya Emha Ainun Najib
Judul puisi ini Kubakar
Cintaku. Secara nyata, yang terbayang dari judul ini, yaitu orang yang
membakar rasa kasih sayangnya. Secara semiotik, judul itu bermakna rasa cinta
membara yang dimiliki seseorang. Hal ini dapat terjadi bila seseorang mempunyai
rasa cinta yang sangat begitu mendalam dan nyaman bila dekat dengan Tuhan.
Dalam konteks ini, orang yang mencintai Tuhan adalah
“aku” yang berbentuk lain”ku”. Kata “ku” dapat dijumpai pada baris satu yang
berbunyi, /kubakar cintaku/. Dan pada
beberapa baris juga memiliki kata”ku” misalnya pada baris 4, 5, 9, 11, dan 13.
Si aku mencintai Tuhannya. Sehingga seringkali dalam puisi terdapat kata Mu dan
Kau yang merupakan kata lain dari mengucap kata Tuhan. Dapat dilihat pada baris
2, 6, dan 14.
Pada puisi Kubakar
Cintaku juga memiliki arti bahwa si aku begitu sangat rindu terhadap Tuhannya
tergambar dari ungkapan rinduku pada
baris 9 dan 11. Kemudian si aku dalam keadaan sedih atau keletihan dapat
dilihat pada kata /nasibku yang penat/ pada
baris 4. Si aku begitu sangat mendalam cintanya kepada Tuhan tergambar pada
baris 1, 2, dan 3, yaitu ungkapan kubakar
cintaku, dalam hening nafasMu, perlahan lagu menyayat. Dari baris itu
bermakna bahwasanya si aku memiliki rasa cinta membara dalam setiap kehidupan
yang diberikan Tuhan hingga cinta itu mampu menyayat batinnya. Selain pada
baris tersebut juga terdapat pada baris 5, 6, 13, 14, dan 16.
Rasa cinta si aku pada Tuhannya juga memiliki
manfaat yaitu pada baris 7 ungkapan /agar
lindap, agar tatap/, yaitu agar
teduh agar tenang. Ungkapan manfaat itupun juga terdapat pada baris 10, 11, dan
15. Di dalam puisi Kubakar Cintaku,
juga terdapat majas hiperbola seperti ungkapan
kubakar cintaku, rinduku terbang, kucabik mega kucabik suara yang terdapat
pada baris 1, 9, 11, dan 13. Secara umum majas hiperbola menggambarkan si aku
yang begitu sangat mendalam cintanya terhadap Tuhannya, sehingga ada hubungan
antara manusia dan Tuhan dimana seseorang akan merasa tenang, teduh bila dekat
dengan Tuhan dan akan merasa rindu bila jauh dari Tuhan.
Dari uraian diatas terlihat bahwa si aku begitu
sangat mencintai Tuhannya. Bagi si aku dalam keadaan sedih sekalipun juga harus
mencintai Tuhan. Karena dengan mencintai Tuhan mampu membuatnya tenang. Mencintai
Tuhan mampu memberikan manfaat yang banyak dan si aku merasa hidupnya lebih
berarti ketika mencintai Tuhannya. Kerinduan kepada Tuhannyapun begitu
mendalam. Karena di dalam kesepian ia tidak lagi merasakan kesepian. Cinta si
aku terhadap Tuhannya mampu menggetarkan hatinya. Dan cinta si aku juga
menggambarkan cinta seorang manusia yang begitu mendalam ketika dia benar-benar
merasa dekat dengan Tuhan.
Pembacaan hermeneutik bertujuan untuk memberikan
gambaran pemaknaan secara utuh atau keseluruhan. Berbeda dengan pembacaan
heuristik yang memberikan gambaran makna secara terpecah-pecah, pada pembacaan
hermeneutik justru telah memberikan pemaknaan yang mengarah pada makna puisi.
Dimana terdapat hubungan antara manusia dengan Tuhan pada puisi Kubakar Cintaku. Selanjutnya, akan
dilakukan tahap mencari hipogram dalam puisi Kubakar Cintaku karya Emha Ainun Najib. Untuk mengetahui
hipogramnya di bawah ini penjelasan dan penyajian lebih lanjutnya.
4.
Matriks,
Model, dan Varian puisi Kubakar Cintaku
karya Emha Ainun Najib
Dalam puisi Kubakar Cintaku ditemukan variannya
yaitu, hubungan antara manusia dengan Tuhan. Hubungan ini menggambarkan bahwa
seorang manusia cintanya terhadap tuhan akan semakin membara jika dekat dengan
Tuhan. Varian ini dapat dibuktikan pada baris 1, 2, 5, dan 6, yakni: kubakar cintaku
(baris 1 dan 5), dalam hening nafasMu (baris 2), dalam sampai sunyiMu (baris
6). Selain itu hubungan antara cinta manusia dengan Tuhan juga memberikan
hikmah atau manfaat. Terdapat pada baris 3, 7, 10, 12, dan 15 yang berbunyi, perlahan
lagu menyayat (baris 3), agar lindap, agar tatap (baris 7), menembus penyap
bayang (baris 10), menangkup cahaya rahasia bintang-bintang (baris 12), dan
agar hati, agar sauh di pantai (baris 15). Cinta manusia dengan Tuhan juga
menimbulkan kerinduan terdapat pada baris 9 dan 11, yakni: rinduku terbang
(baris 9) dan rinduku burung malam (baris 11).
Dari varian
tersebut dapat diketahui model dari puisi yaitu, “dalamnya rasa cinta kepada
Tuhan”. Dalamnya rasa cinta tergambar dari setiap varian di atas. Dengan
dalamnya rasa cinta tersebut si aku mempunyai hubungan dengan Tuhan. Setelah
diketahui model dan variannya maka matriks dalam puisi Kubakar Cintaku adalah “rasa cinta kepada Tuhan”. Rasa cinta yang
dimaksud, yaitu perasaan dimana manusia cintanya akan membara sampai merindu dan
mampu menggetarkan hatinya bila ia begitu dekat dan sangat mencintai Tuhannya.
5.
Hipogram
puisi Kubakar Cintaku karya Emha
Ainun Najib
Dalam puisi Kubakar
Cintaku ditemukan kata-kata potensial dalam teks yang bisa dijadikan
hipogram potensialnya. Judul puisi Kubakar
Cintaku menimbulkan sebuah anggapan bahwa cinta pada hati si aku atau
pengarang menjadi membara. Cinta membara dikarenakan rasa cinta terhadap
Tuhannya. Cinta terhadap tuhannya dapat dibuktikan dengan pengulangan kata lain
dari Tuhan, seperti Mu dan Kau dalam puisi. Pengulangan kata Tuhan dapat
menjadikan bahwa cinta terhadap tuhan mampu membuat cinta dalam hati seseorang
menjadi membara.
Selain hipogram potensialnya dapat dicari hipogram
aktualnya pada dua terjemahan ayat dalam Al-Qur’an. Kedua terjemahan ayat
tersebut sebenarnya bisa ditemukan langsung pada Al-Qur’an terjemahan. Namun,
untuk mempermudah pencariannya dapat dilihat pada materi agama dalam bukunya A.
Mudjab Mahali Insan Kamil dengan judul Dalam Kaca Pandang Rasulullah dan dalam
bukunya Azyumardi Azra, Toto Suryana, Ishak Abdulhaq, dan Didin Hafiduddin
berjudul Pendidikan Agama Islam Pada
Perguruan Tinggi Umum. Di bawah ini ditampilkan kedua terjemahan ayat
tersebut.
Terjemahan ayat Al-Qur’an surah Al-Anfaal ayat 2-4
(Terjemahan ayat tentang seseorang akan gemetar
hatinya bila disebut nama Allah)
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatnya,
bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal,
(yaitu) orang-orang yang mendirikan sholat dan yang menafkahkahkan sebagian
dari rizki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman
dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh derajat ketinggian disisi
Tuhannya dan ampunan serta rizki (nikmat) yang mulia” (Q.S. Al-Anfaal: 2-4,
dalam A. Mudjab Mahali, 1986: 69).
Terjemahan ayat Al-Qur’an surah Ar-Ra’d ayat 27-28
(Terjrmahan ayat tentang seseorang bila mengingat
Allah hatinya akan tentram atau tenang)
“Orang-orang
kafir berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) tanda (mukzizat)
dari Tuhannya?” Katakanlah sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang
dikehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertobat kepada-Nya. (Yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”
(Ar-Ra’d, 13: 27-28, dalam Azyumardi, Toto, Ishak, Didin, 2002: 38).
Pada terjemahan ayat pertama dalam Al-Qur’an surah
Al-Anfaal ayat 2-4 menggambarkan bahwa seseorang yang beriman bila disebut nama
Allah maka akan bergetar hatinya. Jika terjemahan tersebut ditelaah lebih
lanjut dengan melihat persamaannya dengan puisi Kubakar Cintaku maka persamaannya terlihat pada bait 4 baris 2, 3,
dan 4 yang berbunyi /betapa berat Kau di
sukma/, /agar hati, agar sauh di
pantai/, /sampai juga di getar ini/.
Dalam puisi Kubakar Cintaku, aku
dalam puisi meletakkan Tuhan disukma atau di jiwa si aku dan membuat hati atau
batin si aku mengibaratkannya seperti jangkar didasar pantai hingga membuat
getar dalam hatinya. Sama halnya dengan hipogram aktualnya, penyamaan dengan
menyebut nama Tuhan atau Allah membuat getar hati seseorang dalam puisi Kubakar Cintaku kemungkinan juga sama si
aku gemetar hatinya bila menyebut Tuhannya, sekalipun si aku menyebutnya
didalam hati atau sukma/jiwanya.
Pada terjemahan ayat kedua dalam Al-Qur’an surah
Ar-Ra’d ayat 27-28 menggambarkan bahwa jika dengan mengingat Allah maka hati
seseorang akan tentram atau tenang. Jika terjemahan tersebut ditelaah lebih
lanjut dengan melihat persamaannya dengan puisi Kubakar Cintaku maka persamaannya terlihat pada bait 2 baris 5, 6,
dan 7 yang berbunyi /kubakar cintaku/, /dalam
sampai sunyiMu/, /agar lindap, agar
tatap/. Dalam puisi Kubakar Cintaku,
aku dalam puisi cintanya terhadap Tuhan membara dikala keadaan sedang sepi dan
kesepian itu diberikan oleh Tuhan, sehingga didalam kesepian dan cintanya yang
membara kepada Tuhan mampu atau bisa membuat si aku merasa teduh dan tenang.
Sama halnya dengan hipogram aktualnya, penyamaan dengan mengingat Allah membuat
hati seseorang akan tentram atau tenang dalam puisi Kubakar Cintaku kemungkinan juga sama yaitu si aku cintanya membara
dikala mengingat Tuhannya di dalam kesepian dan setelah itu hati si aku menjadi
tentram atau tenang.
Berdasarkan hipogram aktual di atas dapat diketahui
bahwa dengan menyebut nama Tuhan atau Allah, seseorang yang beriman akan
bergetar hatinya. Hubungan tersebut dapat dilihat persamaannya dengan puisi Kubakar Cintaku untuk menunjukkan bahwa si aku sebagai
seseorang yang beriman akan bergetar hatinya bila menyebut nama Tuhannya.
Terjemahan ayat kedua dalam Al-Qur’an surah Ar-Ra’d ayat 27-28 digunakan untuk
mempertegas bahwa seseorang akan tentram atau tenang hatinya bila mengingat
Tuhannya atau Allah. Kedua terjemahan ayat Al-Qur’an di atas dapat dijadikan
sebagai hipogram aktual dalam puisi Kubakar
Cintaku, karena hipogram-hipogram tersebut merupakan teks yang punya satu
ide sama dengan puisi Kubakar Cintaku
dan teks tersebut juga mendukung didalam pemaknaan puisi.
Simpulan
Berdasarkan proses pencarian makna tanda atau
semiotika riffaterre dalam puisi Kubakar
Cintaku, maka ada beberapa tahap yang telah dilalui. Pembacaan heuristik
dilakukan untuk mengetahui arti perbaris dalam puisi. Sehingga hanya diketahui
maknanya secara terpisah dan seringkali menimbulkan ketidakgramatikalan atau
ketidaksesuaian makna. Maka dalam puisi Kubakar
Cintaku dapat diketahui pada baris 2, 4, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, dan 16
sudah memiliki makna tanda yang mudah dipahami bila diartikan dengan pemaknaan
kata sebenarnya, namun pada judul dan baris 1, 2, 5, 10, 13, 15 terdapat
ketidakgramatikalan atau ketidaksesuaian jika diartikan dengan pemaknaan kata
sebenarnya. Permasalahan ketidakgramatikalan dapat dipecahkan dengan
melanjutkannya pada tahap selanjutnya, yaitu pada tahap pembacaan hermeneutik.
Pada pembacaan hermeneutik menggunakan pemaknaan interpretatif . Sehingga
dengan pemaknaan tersebut dapat diketahui makna secara keseluruhan yang sudah
mulai mengarah pada makna puisi. Sehingga dalam puisi Kubakar Cintaku secara keseluruhan memiliki makna bahwa cinta si
aku menggambarkan cinta seorang manusia yang begitu mendalam ketika dia
benar-benar merasa dekat dengan Tuhan. Varian ditemukan pada baris yang
kemudian menghasilkan model puisi dalam puisi Kubakar Cintaku yaitu, “dalamnya rasa cinta kepada Tuhan”. Varian
tersebut membuat terbentuknya matrik dalam puisi Kubakar Cintaku, yakni “rasa cinta kepada Tuhan”. Hipogram
potensial dapat menimbulkan suatu anggapan dan pengulangan kata yang dapat
digunakan untuk menemukan suatu tanda dan kata-kata pemaknaan baru yang menguatkan
pemaknaan sebelumnya. Maka, hipogram potensial pada puisi Kubakar Cintaku yaitu, cinta terhadap Tuhan mampu membuat cinta
dalam hati seseorang atau si aku menjadi membara. Selanjutnya, hipogram aktual
juga sama halnya dengan hipogram potensial, hanya saja dalam tahap pencarian
hipogram aktual diperlukan suatu referensi atau sumber lain di luar puisi yang
dapat dijadikan sebagai penguat pemaknaan dalam puisi. Sehingga dalam puisi Kubakar Cintaku memiliki 2 hipogram
aktual yang persamaannya terdapat pada 2 ayat terjemahan dalam Al-Qur’an yaitu surah
Al-Anfaal ayat 2-4 dan surah Ar-Ra’d ayat 27-28, dikatakan memiliki persamaaan
karena kedua ayat terjemahan tersebut sesuai dengan beberapa isi dalam puisi Kubakar Cintaku yang menjelaskan tentang
seseorang akan bergetar hatinya bila menyebut nama Tuhan dan seseorang akan
tentram atau tenang hatinya bila mengingat Tuhan.
Daftar Pustaka
A.
Mudjab Mahali. 1986. Insan Kamil Dalam
Kaca Pandang Rasulullah. Yogyakarta: BPFE.
Azyumardi
Azra, Toto Suryana, Ishak Abdulhaq, dan Didin Hafiduddin. 2002. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi
Umum. Jakarta: Departemen Agama RI.
Faruk.
2009. Metode Penelitian Sastra, Sebuah
Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamzah
Ahmad dan Ananda Santoso. Kamus Pintar
Bahasa Indonesia. Surabaya: Fajar Mulya.
Herman
J. Waluyo. 1991. Teori Dan Apresiasi
Puisi. Jakarta: Erlangga.
Maman
Suryaman dan Wiyatmi. 2012. Puisi Indonesia. Yogyakarta: Ombak.
Melani
Budianta, Ida Sundari Husen, Manneke Budiman, dan Ibnu Wahyudi. 2013. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra
Untuk Perguruan Tinggi). Magelang: Indonesia Tera.
Rachmat
Djoko Pradopo. 1993. Pengkajian Puisi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rachmat
Djoko Pradopo. 2007. Beberapa Teori
Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset.
Salam.
2009. “Pembelajaran Menulis Puisi Dengan Metode Michael Riffaterre” dengan
alamat https://bambangsantoso.wordpress.com/2012/12/03/mengenal-semiotika-michael-riffaterre/
Wiyatmi.
2008. Pengantar Kajian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka.
terima kasih atas postingannya yang bermanfaat, saya jadikan untuk referensi tugas menganalisis puisi ya kak:)
BalasHapusSama-sama @riski yolanda
HapusMaaf baru bisa balas. Oz jarang buka blog. Hehehe...
Semoga bermanfaat...
Terima kasih banyak, sangat bermanfaat
BalasHapussama-sama
Hapus