Minggu, 16 Agustus 2015

Tugas Mata Kuliah Teori Sastra: Analisis Semiotika Menurut Riffaterre oleh mahasiswa PBSI IKIP PGRI Madiun


ANALISIS PUISI KUBAKAR CINTAKU KARYA EMHA AINUN NAJIB
BERDASARKAN SEMIOTIKA MENURUT RIFFATERRE
Oleh
Jayanti Dwi Lestari
14311041

1.      Pendahuluan
Sastra memiliki definisi yang luas pengertiannya. Dapat dilihat melalui beberapa pendapat yang diungkapkan para ahli sastra pada sumber-sumber buku tertentu yang mengartikan sastra dengan pengertian dan pemahaman yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat terjadi, karena pada hakikatnya setiap manusia pasti memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai suatu hal, termasuk pula pengertian sastra mulai bermunculan pada setiap kalangan manusia sastra.
Menurut Wellek dan Warren (dalam Wiyatmi, 2008: 14-15) sastra ialah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang hanya dibatasi pada mahakarya, yaitu buku-buku yang menekankan pada bentuk, ekspresi sastra dan memiliki bahasa khas untuk dipahami. Sejalan dengan pemikiran di atas Luxemburg dkk (dalam Wiyatmi, 2008: 15-16) berpendapat bahwasanya sastra ialah dunia baru yang diciptakan oleh luapan emosi spontanitas seorang sastrawan yang menghasilkan suatu hasil tertentu dan kehadirannya tidak terlepas dari lingkungan kebudayaan. Dari beberapa pendapat yang diuraikan maka didapatkan hasil bahwa sastra ialah sesuatu yang diciptakan sastrawan/pengarang dalam bentuk tulisan yang memiliki bahasa khas dan pembuatannya tidak terlepas inspirasinya dari lingkungan pengarang/sastrawan itu sendiri.
Berangkat dari pengertian sastra, sastra sangatlah erat hubungannya dengan karya sastra. Karena wujud dari sastra itu sendiri terdapat pada karya-karya sastra yang diciptakan oleh para sastrawan/pengarang. Maka karya sastra juga memiliki banyak pengertian. Karya sastra menurut Teeuw (dalam Rachmat Djoko Pradopo 2007:107) tidak bisa lahir dalam kekosongan budaya. Disamping itu Rachmat Djoko Pradopo (2007:108) juga berpendapat bahwa karya satra adalah sebuah struktur tanda yang bermakna yang ditulis oleh pengarang. Sehingga bila dimaknai maka karya sastra adalah hasil karya cipta pengarang/sastrawan yang memiliki tanda dan bermakna serta proses pembuatannya tidak bisa terlepas dari latar sosial budaya pengarang/sastrawan itu sendiri.
Karya sastra lahir dari kehidupan pengarang itu sendiri, maka karya sastra merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi-konvensi tersendiri pula (Rachmat Djoko Pradopo, 2001: 122). Karena dalam sastra terdapat jenis-jenis atau genre sastra yang beragam. Genre sastra adalah suatu hasil klasifikasi terhadap bentuk dan isi karya sastra berwujud realitas atau nyata (Wiyatmi, 2008: 20). Sejalan dengan pemikiran tersebut maka, secara konvensional genre sastra dapat diklasifikasikan, yaitu ada jenis puisi dan prosa. Prosa ialah sebuah teks atau karya rekaan yang tidak berbentuk dialog yang isinya dapat merupakan kisah sejarah atau sederetan peristiwa (Melani, Ida, Manneke, Ibnu, 2003: 77), ragam prosa ada cerpen, novel, dan roman (Rachmat Djoko Pradopo, 2007:122).
Selanjutnya, puisi dapat diartikan sebagai ragam sastra yang terikat oleh unsur-unsurnya, seperti irama, rima, majas, baris, dan bait (Yusuf, 1995: 225, dalam Maman Suryaman dan Wiyatmi, 2012: 12), ragam puisi: puisi lirik, syair, pantun, dan sebagainya (Rachmat Djoko Pradopo, 2007:122). Dalam menganalisis harus mengetahui sistem tanda untuk menentukan konvensi yang memungkinkan struktur tanda dalam genre sastra mempunyai makna (Rachmat Djoko Pradopo, 2007: 122). Maka, dari serangkaian uraian dapat disimpulkan bahwasanya genre sastra diklasifikasikan ada 2, yakni prosa dan puisi. Prosa adalah teks atau karya rekaan yang tidak berbentuk dialog yang isinya dapat merupakan kisah sejarah atau sederetan peristiwa. Sedangkan puisi ragam sastra yang terikat oleh unsur-unsur. Didalam pemaknaannya prosa dan puisi memiliki konvensi-konvensi tersendiri.
Berkaitan dengan permasalahan analisis puisi yang akan dibahas, maka dalam hal ini genre sastra yang akan dijadikan objek kajian analisis adalah puisi. Puisi adalah salah satu bentuk kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa yakni dengan mengkonsentrasikan fisik dan struktur hatinya (Herman J. Waluyo, 1991: 29). Sedangkan puisi menurut Rachmat Djoko Pradopo (2007: 122) merupakan sistem tanda yang mempunyai satuan-satuan tanda minimal seperti kosakata, bahasa kiasan, diantaranya: personifikasi, simile, metafora, dan metomini yang kesemuanya memiliki tanda bermakna berdasarkan konvensi-konvensi atau perjanjian masyarakat.
Dari pengertian puisi menurut beberapa pendapat diatas. Dapat dikatakan bahwa puisi ialah salah satu bentuk hasil karya sastra penyair yang di dalamnya memiliki bahasa khas bermakna. Dan di dalam pemaknaannya terdapat tanda-tanda bermakna berdasarkan konvensi atau perjanjian masyarakat. Oleh karena itu, sebelum dilakukan analisa telah disiapkan sebuah puisi berjudul Kubakar Cintaku karya Emha Ainun Najib. Dipilihnya puisi ini karena didalamnya terdapat pemaknaan yang khusus, khusus dikarenakan memiliki tanda-tanda atau makna-makna yang tidak sebenarnya. Sehingga diperlukan teori semiotika dalam menganalisisnya. Disamping hal itu, bila pemaknaan khusus akan lebih mudah jika analisisnya menggunakan teori semiotika riffaterre, yaitu pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik (Rachmat Djoko Pradopo, 2007: 123). Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai semiotika riffaterre yang akan digunakan dalam menganalisis, ada baiknya jika mengetahui teorinya terlebih dahulu.
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (Rachmat Djoko Pradopo, 1993: 121). Karena di dalam analisis puisi menggunakan teori riffaterre maka untuk lebih lanjutnya ketahui terlebih dahulu ungkapan riffaterre dalam memaknai bahasa yang ada pada puisi. Bahasa dianalisis karena sesungguhnya bahasa merupakan sistem tanda dalam suatu karya sastra (Rachmat Djoko Pradopo, 1993: 122). Menurut Riffatere (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1993: 210) menyatakan bahwasanya puisi itu menyatakan pengertian-pengertian atau hal-hal secara tidak langsung, yaitu menyatakan sesuatu hal dan berarti lain. Dari pernyataan tersebut berarti bahasa dalam puisi memiliki makna yang lain daripada bahasa pada umumnya.
Ketidaklangsungan puisi menurut Riffaterre (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1993: 210) disebabkan oleh tiga hal: penggantian arti (displacing), penyimpangan arti (distorting), dan penciptaan arti (creating of meaning). Penggantian arti menurut Riffaterre (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1993: 212) pada umumnya kata-kata kiasan menggantikan arti sesuatu yang lain. Penggantian arti dalam pernyataan ini diartikan bahwasanya suatu kata kiasan berarti lain atau tidak sesuai menurut arti sesungguhnya. Penyimpangan arti dapat terjadi bila dalam puisi terdapat ambiguitas, kontradiksi, ataupun nonsense (Riffaterre, dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1993: 213). Ambiguitas adalah bahasa sastra yang memiliki arti ganda, kegandaan berupa arti sebuah kata, frase, ataupun kalimat (Riffaterre, dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2007: 125). Kontradiksi menurut Riffaterre (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2007: 126) mengandung pertentangan, yang disebabkan oleh majas paradoks atau ironi. Nonsense adalah bentuk kata-kata yang secara linguistik berupa bunyi yang tidak ada dalam kosakata dan tidak memiliki arti. Tetapi di dalam puisi nonsense mempunyai makna karena adanya konvensi sastra. Nonsense biasanya terdapat pada puisi bergaya mantra (Riffaterre, dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2007: 128).
Selanjutnya, penciptaan arti terjadi bila ruang teks (spasi teks) berlaku sebagai prinsip pengorganisasian untuk membuat tanda-tanda keluar dari hal-hal ketatabahasaan yang sesungguhnya secara linguistik tidak ada artinya (Riffaterre, dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1993: 220). Tanda-tanda yang keluar dari ketatabahasaan ini biasanya dapat dijumpai dalam puisi berupa keseimbangan (simitri) yaitu persejajaran arti antara bait-bait atau antara baris-baris dalam bait, persamaan posisi (homologies), rima, dan ekuivalensi makna (semantik) (Rahmat Djoko Pradopo, 1993: 220). Jadi, dapat dikatakan dalam penciptaan arti terjadi tanda-tanda yang keluar dari sistem ketatabahasaan namun masih memiliki makna terutama dikarenakan adanya keseimbangan dan persamaan posisi.
Bila sudah dibahas mengenai konvensi ketidaklangsungan puisi, berikutnya akan membahas mengenai pembacaan heuristik dan hermeneutik untuk memaknai puisi secara semiotik (Riffateree, dalam Rachmat Djoko Pradopo, 2007: 134). Pembacaan heuristik adalah pembacaan menemukan arti secara referensial, menurut kemampuan bahasa yang mendasar berdasarkan fungsi bahasa dan fungsi mimetik (Wiyatmi, 2008: 95). Sedangkan pembacaan hermeneutik adalah tahap kelanjutan membongkar kode-kode sastra secara struktural atas dasar maknanya, yaitu penyimpangan dari bahasa dan makna sebenarnya atau disebut dengan ungramaticalities dengan latar belakang (hubungan intertekstual) menyimpang dari keseluruhan makna dari puisi dan disesuaikan pula dengan puisi-puisi yang lain yang juga sudah dimaknai secara menyimpang dari makna sebenarnya (Riffaterre, dalam Wiyatmi, 2008: 95). Jika disimpulkan pembacaan heuristik adalah pemaknaan makna sebenarnya, sedangkan pembacaan hermeneutik pemaknaan tidak sebenarnya, yaitu menyimpang dari tata kebahasaan disebabkan karena adanya kejanggalan bila dimaknai secara sebenarnya.
Kejanggalan dalam puisi dapat ditemui dengan cara melakukan pembacaan heuristik terlebih dahulu. Bila sudah memaknai sebenarnya, maka akan ditemukan sesuatu yang harus dibaca menggunakan pembacaan hermeneutik. Dalam pembacaan hermeneutik melalui tiga proses yaitu pencarian matrik, hipogram, dan makna. Matrik terdiri dari satu kata, gabungan kata, bagian ka­limat atau kalimat sederhana (Salam, 2009: 7), hipogram adalah karya sastra disejajarkan dengan karya sastra lain (Bernard dalam Salam, 2009: 7). Proses selanjutnya adalah pemaknaan atau pengartian, menurut Riffaterre (dalam Faruk, 2012: 147)  arti berpusat pada matriks atau hipogram yang tidak diucapkan di dalam puisinya sendiri, walaupun dapat disiratkannya, maka data mengenainya tidak dapat ditemukan di dalam teks, melainkan di dalam pikiran pembaca ataupun pengarang.
Dari serangkaian ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwasanya dalam menganalis dibutuhkan pembacaan heuristik yaitu pencarian seluruh makna dalam puisi. Kemudian, bila didalam pembacaan heuristik menemukan suatu makna yang janggal. Maka, dapat dilanjutkan dengan pemaknaan hermeneutik. Dimana mencari matrik atau kata kunci yang biasanya terdiri dari satu kata atau lebih bermakna janggal. Setelah itu dicari hipogramnya atau konvensi-konvensi maknanya yang sudah pernah dilakukan proses analisis pemaknaan kata itu. Konvensi ini diartikan menyimpang dari makna sebenarnya. Dan finalisasinya dengan pemaknaan matrik sesuai pemaknaan tersendiri yang sudah terkonvensi oleh hipogramnya. Untuk menganalisis puisi dengan teori semiotika Riffateree yang perlu dipersiapkan adalah puisinya. Dalam penyajian puisi Kubakar Cintaku karya Emha Ainun Najib yang akan dianalis menggunakan semiotika Riffaterre, ditambahkan dengan angka-angka Romawi dan angka-angka Arab. Angka Romawi tertera di sebelah kanan puisi berfungsi sebagai urutan bait. Angka-angka Arab di sebelah kanan puisi berfungsi sebagai urutan baris. Berikut teks puisi Kubakar Cintaku secara utuh.

Kubakar Cintaku

I          Kubakar cintaku                                                    1
            Dalam hening nafasMu
            Perlahan lagu menyayat
            Nasibku yang penat

II         Kubakar cintaku                                                    5
            Dalam sampai sunyiMu
            Agar lindap, agar tatap
            Dari hujung merapat

III       Rinduku terbang                                                   9
            Menembus penyap bayang
            Rinduku burung malam
            Menangkup cahaya rahasia bintang-bintang

IV       Kucabik mega kucabik suara                                13
            Betapa berat Kau di sukma
            Agar hati, agar sauh di pantai
            Sampai juga di getar ini

2.      Pembacaan Heuristik puisi Kubakar Cintaku karya Emha Ainun Najib
Judul puisi ini yaitu Kubakar Cintaku. Kata kubakar berarti aku/pengarang membakar dengan menggunakan api. Kata cintaku berarti cinta atau rasa sayang si aku/pengarang. Secara nyata, judul puisi ini berarti seseorang yang telah membakar rasa cintanya. Dari pengertian didalam judul ini sudah timbul ketidakgramatikalan. Karena tidak mungkin seseorang membakar cintanya.
Kemudian di lanjut pada baris 1 berbunyi, /kubakar cintaku/. Sehingga artinya sama dengan judulnya. Baris 2 berbunyi, /dalam hening nafasMu/. Kata dalam berarti jauh di bawah dan mendalam. Hening memiliki pengertian sunyi atau sepi. NafasMu berarti keluar masuknya udara melalui hidung, jika dikaitkan dengan Mu maka terdapat nilai keagamaan didalamnya. Dimana Mu memiliki makna Tuhan. Maka nafasMu adalah udara atau kehidupan yang diberikan Tuhan. Jadi pada baris ini berarti, berada pada dalamnya sepi disetiap kehidupan yang diberikan Tuhan.
Baris 3 berbunyi, /perlahan lagu menyayat/. Kata perlahan berarti pelan-pelan atau lambat. Lagu berarti nyanyian. Menyayat berarti memotong pipih. Sehingga pada baris ini bermakna lambat-lambat nyanyian itu memotong hingga pipih. Dalam baris tiga ini terdapat ketidakgramatikalan. Baris 4 berbunyi, /nasibku yang penat/. Kata nasibku berarti takdir ditambah ku menjadi takdirku atau takdir si aku/pengarang. Yang berarti kata petunjuk. Penat berarti letih. Jadi baris 4. Berarti takdir si pengarang yang berada dalam keadaan letih atau kecapekan.
Baris 5 berbunyi, /kubakar cintaku/. Sehingga artinya sama dengan judul dan baris 1. Selanjutnya baris 6 berbunyi, /dalam sampai sunyiMu/. Kata dalam berarti jauh di bawah dan mendalam. Sampai berarti hingga. SunyiMu berarti sepi yang diberikan atau ditakdirkan Tuhan. Sehingga dalam baris ini berarti berada pada dalamnya hingga sampai pada sepi atau kesepian yang diberikan atau ditakdirkan Tuhan.
Baris 7 berbunyi, /agar lindap, agar tatap/. Kata agar berarti supaya. Lindap berarti teduh atau tidak panas. Tatap berarti tenang. Baris ini berarti supaya teduh dan supaya merasa tenang. Baris 8 berbunyi, /dari hujung merapat/. Kata dari berarti kata perangai pernyataan asal sesuatu. Hujung berarti pucuk atau terakhir. Merapat berarti mendekat tak berjarak. Dapat diartikan pada baris ini menyatakan hingga sampai terakhir mendekat.
Baris 9 berbunyi, /rinduku terbang/. Kata rinduku berarti kenginan bertemu yang diinginkan si aku/pengarang. Terbang berarti melayang atau meninggi atau naik diatas. Baris ini berarti keinginan seseorang bertemu dengan seseorang yang tidak bisa ditahan hingga membuat seseorang terbang melayang tinggi atau keinginannya itu menggebu-gebu atau kangennya begitu sangat meninggi. Baris 10 berbunyi, /menembus penyap bayang/. Kata menembus berarti sampai melubangi atau tembus. Penyap berarti lenyap atau hilang. Bayang berarti gambar gelap yang terjadi karena sinar mengenai suatu benda. Maka pada baris ini berarti menembus hingga hilang sampai gelap. Tidak sesuai sehingga tampak ketidakgramatikalannya.
Baris 11 berbunyi, /rinduku burung malam/. Kata rinduku berarti kenginan bertemu yang diinginkan si aku/pengarang. Burung berarti hewan unggas yang terbang. Malam berarti waktu menunjukkan mulai gelap. Maka baris ini berarti keinginan seseorang bertemu seseorang yang juga meninggi seperti burung, kerinduan ini terjadi pada malam hari yang gelap. Baris 12 berbunyi, /menangkup cahaya rahasia bintang-bintang/. Kata menangkup berarti tungkup atau tangkap atau meraih. Cahaya berarti sinar. Rahasia berarti tersembunyi. Bintang-bintang berarti benda di langit pada malam hari yang lebih dari satu. Sehingga dari baris ini berarti meraih sinar yang tersembunyi layaknya didalam cahaya benda di malam hari atau bintang-bintang.
Baris 13 berbunyi, /kucabik mega kucabik suara/. Kata kucabik berarti si aku merobek atau mengoyak. Mega berarti awan. Suara berarti bunyi. Baris ini berarti seseorang yang mengoyak awan dan mengoyak bunyi. Maka dalam baris ini terdapat ketidakgramatikalan. Baris 14 berbunyi, /betapa berat Kau di sukma/. Kata betapa berarti bagaimana. Berat berarti tidak ringan. Kau berarti Tuhan. Di berarti kata perangai pernyataan tempat. Sukma berarti roh atau jiwa atau nyawa. Maka dalam baris ini bermakna bagaimana tidak ringan adanya Tuhan benar-benar berada di jiwa atau betapa berat rasanya ketika mengingat Tuhan tertuju (menunjukkan) di jiwa.
Baris 15 berbunyi, /agar hati, agar sauh di pantai/. Kata agar berarti supaya. Hati berarti perasaan batin. Sauh berarti jangkar. Di berarti kata perangai pernyataan tempat. Pantai berarti landai atau miring (tanah). Maka baris ini berarti supaya perasaan dan supaya mendalam ibarat jangkar dan akhirnya tertuju pada suatu tempat atau terdampar pada daratan yang miring seperti pantai. Sehingga pada baris ini memiliki ketidakgramatikalan. Baris 16 berbunyi, /sampai juga di getar ini/. Kata sampai berarti hingga. Juga berarti sama dengan yang telah disebutkan sebelumnya. Di berarti berarti kata perangai pernyataan tempat. Getar berarti berguncang. Ini berarti kata petunjuk pada suatu benda. Baris ini berarti hingga juga sama membuat berguncang pada ini yang dimaksud sebagai diri ini atau si aku/pengarang.
Pembacaan heuristik di atas masih menghasilkan makna terpecah-pecah. Maka untuk menemukan makna keseluruhan dan memusat diperlukan pembacaan hermeneutik sebagai proses kelanjutannya. Sehingga, proses pemaknaan puisi Kubakar Cintaku dengan pembacaan hermeneutik dapat diuraikan seperti yang ada dibawah ini.

3.      Pembacaan Hermeneutik puisi Kubakar Cintaku karya Emha Ainun Najib
Judul puisi ini Kubakar Cintaku. Secara nyata, yang terbayang dari judul ini, yaitu orang yang membakar rasa kasih sayangnya. Secara semiotik, judul itu bermakna rasa cinta membara yang dimiliki seseorang. Hal ini dapat terjadi bila seseorang mempunyai rasa cinta yang sangat begitu mendalam dan nyaman bila dekat dengan Tuhan.
Dalam konteks ini, orang yang mencintai Tuhan adalah “aku” yang berbentuk lain”ku”. Kata “ku” dapat dijumpai pada baris satu yang berbunyi, /kubakar cintaku/. Dan pada beberapa baris juga memiliki kata”ku” misalnya pada baris 4, 5, 9, 11, dan 13. Si aku mencintai Tuhannya. Sehingga seringkali dalam puisi terdapat kata Mu dan Kau yang merupakan kata lain dari mengucap kata Tuhan. Dapat dilihat pada baris 2, 6, dan 14.
Pada puisi Kubakar Cintaku juga memiliki arti bahwa si aku begitu sangat rindu terhadap Tuhannya tergambar dari ungkapan rinduku pada baris 9 dan 11. Kemudian si aku dalam keadaan sedih atau keletihan dapat dilihat pada kata /nasibku yang penat/ pada baris 4. Si aku begitu sangat mendalam cintanya kepada Tuhan tergambar pada baris 1, 2, dan 3, yaitu ungkapan kubakar cintaku, dalam hening nafasMu, perlahan lagu menyayat. Dari baris itu bermakna bahwasanya si aku memiliki rasa cinta membara dalam setiap kehidupan yang diberikan Tuhan hingga cinta itu mampu menyayat batinnya. Selain pada baris tersebut juga terdapat pada baris 5, 6, 13, 14, dan 16.
Rasa cinta si aku pada Tuhannya juga memiliki manfaat yaitu pada baris 7 ungkapan /agar lindap, agar tatap/, yaitu agar teduh agar tenang. Ungkapan manfaat itupun juga terdapat pada baris 10, 11, dan 15. Di dalam puisi Kubakar Cintaku, juga terdapat majas hiperbola seperti ungkapan kubakar cintaku, rinduku terbang, kucabik mega kucabik suara yang terdapat pada baris 1, 9, 11, dan 13. Secara umum majas hiperbola menggambarkan si aku yang begitu sangat mendalam cintanya terhadap Tuhannya, sehingga ada hubungan antara manusia dan Tuhan dimana seseorang akan merasa tenang, teduh bila dekat dengan Tuhan dan akan merasa rindu bila jauh dari Tuhan.
Dari uraian diatas terlihat bahwa si aku begitu sangat mencintai Tuhannya. Bagi si aku dalam keadaan sedih sekalipun juga harus mencintai Tuhan. Karena dengan mencintai Tuhan mampu membuatnya tenang. Mencintai Tuhan mampu memberikan manfaat yang banyak dan si aku merasa hidupnya lebih berarti ketika mencintai Tuhannya. Kerinduan kepada Tuhannyapun begitu mendalam. Karena di dalam kesepian ia tidak lagi merasakan kesepian. Cinta si aku terhadap Tuhannya mampu menggetarkan hatinya. Dan cinta si aku juga menggambarkan cinta seorang manusia yang begitu mendalam ketika dia benar-benar merasa dekat dengan Tuhan.
Pembacaan hermeneutik bertujuan untuk memberikan gambaran pemaknaan secara utuh atau keseluruhan. Berbeda dengan pembacaan heuristik yang memberikan gambaran makna secara terpecah-pecah, pada pembacaan hermeneutik justru telah memberikan pemaknaan yang mengarah pada makna puisi. Dimana terdapat hubungan antara manusia dengan Tuhan pada puisi Kubakar Cintaku. Selanjutnya, akan dilakukan tahap mencari hipogram dalam puisi Kubakar Cintaku karya Emha Ainun Najib. Untuk mengetahui hipogramnya di bawah ini penjelasan dan penyajian lebih lanjutnya.

4.      Matriks, Model, dan Varian puisi Kubakar Cintaku karya Emha Ainun Najib
Dalam puisi Kubakar Cintaku ditemukan variannya yaitu, hubungan antara manusia dengan Tuhan. Hubungan ini menggambarkan bahwa seorang manusia cintanya terhadap tuhan akan semakin membara jika dekat dengan Tuhan. Varian ini dapat dibuktikan pada baris 1, 2, 5, dan 6, yakni: kubakar cintaku (baris 1 dan 5), dalam hening nafasMu (baris 2), dalam sampai sunyiMu (baris 6). Selain itu hubungan antara cinta manusia dengan Tuhan juga memberikan hikmah atau manfaat. Terdapat pada baris 3, 7, 10, 12, dan 15 yang berbunyi, perlahan lagu menyayat (baris 3), agar lindap, agar tatap (baris 7), menembus penyap bayang (baris 10), menangkup cahaya rahasia bintang-bintang (baris 12), dan agar hati, agar sauh di pantai (baris 15). Cinta manusia dengan Tuhan juga menimbulkan kerinduan terdapat pada baris 9 dan 11, yakni: rinduku terbang (baris 9) dan rinduku burung malam (baris 11).
Dari varian tersebut dapat diketahui model dari puisi yaitu, “dalamnya rasa cinta kepada Tuhan”. Dalamnya rasa cinta tergambar dari setiap varian di atas. Dengan dalamnya rasa cinta tersebut si aku mempunyai hubungan dengan Tuhan. Setelah diketahui model dan variannya maka matriks dalam puisi Kubakar Cintaku adalah “rasa cinta kepada Tuhan”. Rasa cinta yang dimaksud, yaitu perasaan dimana manusia cintanya akan membara sampai merindu dan mampu menggetarkan hatinya bila ia begitu dekat dan sangat mencintai Tuhannya.

5.      Hipogram puisi Kubakar Cintaku karya Emha Ainun Najib
Dalam puisi Kubakar Cintaku ditemukan kata-kata potensial dalam teks yang bisa dijadikan hipogram potensialnya. Judul puisi Kubakar Cintaku menimbulkan sebuah anggapan bahwa cinta pada hati si aku atau pengarang menjadi membara. Cinta membara dikarenakan rasa cinta terhadap Tuhannya. Cinta terhadap tuhannya dapat dibuktikan dengan pengulangan kata lain dari Tuhan, seperti Mu dan Kau dalam puisi. Pengulangan kata Tuhan dapat menjadikan bahwa cinta terhadap tuhan mampu membuat cinta dalam hati seseorang menjadi membara.
Selain hipogram potensialnya dapat dicari hipogram aktualnya pada dua terjemahan ayat dalam Al-Qur’an. Kedua terjemahan ayat tersebut sebenarnya bisa ditemukan langsung pada Al-Qur’an terjemahan. Namun, untuk mempermudah pencariannya dapat dilihat pada materi agama dalam bukunya A. Mudjab Mahali  Insan Kamil dengan judul Dalam Kaca Pandang Rasulullah dan dalam bukunya Azyumardi Azra, Toto Suryana, Ishak Abdulhaq, dan Didin Hafiduddin berjudul Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum. Di bawah ini ditampilkan kedua terjemahan ayat tersebut.
Terjemahan ayat Al-Qur’an surah Al-Anfaal ayat 2-4
(Terjemahan ayat tentang seseorang akan gemetar hatinya bila disebut nama Allah)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatnya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan sholat dan yang menafkahkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh derajat ketinggian disisi Tuhannya dan ampunan serta rizki (nikmat) yang mulia” (Q.S. Al-Anfaal: 2-4, dalam A. Mudjab Mahali, 1986: 69).
Terjemahan ayat Al-Qur’an surah Ar-Ra’d ayat 27-28
(Terjrmahan ayat tentang seseorang bila mengingat Allah hatinya akan tentram atau tenang)
“Orang-orang kafir berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) tanda (mukzizat) dari Tuhannya?” Katakanlah sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertobat kepada-Nya. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram” (Ar-Ra’d, 13: 27-28, dalam Azyumardi, Toto, Ishak, Didin, 2002: 38).
Pada terjemahan ayat pertama dalam Al-Qur’an surah Al-Anfaal ayat 2-4 menggambarkan bahwa seseorang yang beriman bila disebut nama Allah maka akan bergetar hatinya. Jika terjemahan tersebut ditelaah lebih lanjut dengan melihat persamaannya dengan puisi Kubakar Cintaku maka persamaannya terlihat pada bait 4 baris 2, 3, dan 4 yang berbunyi /betapa berat Kau di sukma/, /agar hati, agar sauh di pantai/, /sampai juga di getar ini/. Dalam puisi Kubakar Cintaku, aku dalam puisi meletakkan Tuhan disukma atau di jiwa si aku dan membuat hati atau batin si aku mengibaratkannya seperti jangkar didasar pantai hingga membuat getar dalam hatinya. Sama halnya dengan hipogram aktualnya, penyamaan dengan menyebut nama Tuhan atau Allah membuat getar hati seseorang dalam puisi Kubakar Cintaku kemungkinan juga sama si aku gemetar hatinya bila menyebut Tuhannya, sekalipun si aku menyebutnya didalam hati atau sukma/jiwanya.
Pada terjemahan ayat kedua dalam Al-Qur’an surah Ar-Ra’d ayat 27-28 menggambarkan bahwa jika dengan mengingat Allah maka hati seseorang akan tentram atau tenang. Jika terjemahan tersebut ditelaah lebih lanjut dengan melihat persamaannya dengan puisi Kubakar Cintaku maka persamaannya terlihat pada bait 2 baris 5, 6, dan 7 yang berbunyi /kubakar cintaku/, /dalam sampai sunyiMu/, /agar lindap, agar tatap/. Dalam puisi Kubakar Cintaku, aku dalam puisi cintanya terhadap Tuhan membara dikala keadaan sedang sepi dan kesepian itu diberikan oleh Tuhan, sehingga didalam kesepian dan cintanya yang membara kepada Tuhan mampu atau bisa membuat si aku merasa teduh dan tenang. Sama halnya dengan hipogram aktualnya, penyamaan dengan mengingat Allah membuat hati seseorang akan tentram atau tenang dalam puisi Kubakar Cintaku kemungkinan juga sama yaitu si aku cintanya membara dikala mengingat Tuhannya di dalam kesepian dan setelah itu hati si aku menjadi tentram atau tenang.
Berdasarkan hipogram aktual di atas dapat diketahui bahwa dengan menyebut nama Tuhan atau Allah, seseorang yang beriman akan bergetar hatinya. Hubungan tersebut dapat dilihat persamaannya dengan puisi Kubakar Cintaku  untuk menunjukkan bahwa si aku sebagai seseorang yang beriman akan bergetar hatinya bila menyebut nama Tuhannya. Terjemahan ayat kedua dalam Al-Qur’an surah Ar-Ra’d ayat 27-28 digunakan untuk mempertegas bahwa seseorang akan tentram atau tenang hatinya bila mengingat Tuhannya atau Allah. Kedua terjemahan ayat Al-Qur’an di atas dapat dijadikan sebagai hipogram aktual dalam puisi Kubakar Cintaku, karena hipogram-hipogram tersebut merupakan teks yang punya satu ide sama dengan puisi Kubakar Cintaku dan teks tersebut juga mendukung didalam pemaknaan puisi.

Simpulan
Berdasarkan proses pencarian makna tanda atau semiotika riffaterre dalam puisi Kubakar Cintaku, maka ada beberapa tahap yang telah dilalui. Pembacaan heuristik dilakukan untuk mengetahui arti perbaris dalam puisi. Sehingga hanya diketahui maknanya secara terpisah dan seringkali menimbulkan ketidakgramatikalan atau ketidaksesuaian makna. Maka dalam puisi Kubakar Cintaku dapat diketahui pada baris 2, 4, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, dan 16 sudah memiliki makna tanda yang mudah dipahami bila diartikan dengan pemaknaan kata sebenarnya, namun pada judul dan baris 1, 2, 5, 10, 13, 15 terdapat ketidakgramatikalan atau ketidaksesuaian jika diartikan dengan pemaknaan kata sebenarnya. Permasalahan ketidakgramatikalan dapat dipecahkan dengan melanjutkannya pada tahap selanjutnya, yaitu pada tahap pembacaan hermeneutik. Pada pembacaan hermeneutik menggunakan pemaknaan interpretatif . Sehingga dengan pemaknaan tersebut dapat diketahui makna secara keseluruhan yang sudah mulai mengarah pada makna puisi. Sehingga dalam puisi Kubakar Cintaku secara keseluruhan memiliki makna bahwa cinta si aku menggambarkan cinta seorang manusia yang begitu mendalam ketika dia benar-benar merasa dekat dengan Tuhan. Varian ditemukan pada baris yang kemudian menghasilkan model puisi dalam puisi Kubakar Cintaku yaitu, “dalamnya rasa cinta kepada Tuhan”. Varian tersebut membuat terbentuknya matrik dalam puisi Kubakar Cintaku, yakni “rasa cinta kepada Tuhan”. Hipogram potensial dapat menimbulkan suatu anggapan dan pengulangan kata yang dapat digunakan untuk menemukan suatu tanda dan kata-kata pemaknaan baru yang menguatkan pemaknaan sebelumnya. Maka, hipogram potensial pada puisi Kubakar Cintaku yaitu, cinta terhadap Tuhan mampu membuat cinta dalam hati seseorang atau si aku menjadi membara. Selanjutnya, hipogram aktual juga sama halnya dengan hipogram potensial, hanya saja dalam tahap pencarian hipogram aktual diperlukan suatu referensi atau sumber lain di luar puisi yang dapat dijadikan sebagai penguat pemaknaan dalam puisi. Sehingga dalam puisi Kubakar Cintaku memiliki 2 hipogram aktual yang persamaannya terdapat pada 2 ayat terjemahan dalam Al-Qur’an yaitu surah Al-Anfaal ayat 2-4 dan surah Ar-Ra’d ayat 27-28, dikatakan memiliki persamaaan karena kedua ayat terjemahan tersebut sesuai dengan beberapa isi dalam puisi Kubakar Cintaku yang menjelaskan tentang seseorang akan bergetar hatinya bila menyebut nama Tuhan dan seseorang akan tentram atau tenang hatinya bila mengingat Tuhan.

Daftar Pustaka
A. Mudjab Mahali. 1986. Insan Kamil Dalam Kaca Pandang Rasulullah. Yogyakarta: BPFE.
Azyumardi Azra, Toto Suryana, Ishak Abdulhaq, dan Didin Hafiduddin. 2002. Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Departemen Agama RI.
Faruk. 2009. Metode Penelitian Sastra, Sebuah Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hamzah Ahmad dan Ananda Santoso. Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Surabaya: Fajar Mulya.
Herman J. Waluyo. 1991. Teori Dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Maman Suryaman dan Wiyatmi. 2012. Puisi Indonesia. Yogyakarta: Ombak.
Melani Budianta, Ida Sundari Husen, Manneke Budiman, dan Ibnu Wahyudi. 2013. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan Tinggi). Magelang: Indonesia Tera.
Rachmat Djoko Pradopo. 1993. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rachmat Djoko Pradopo. 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Salam. 2009. “Pembelajaran Menulis Puisi Dengan Metode Michael Riffaterre” dengan alamat https://bambangsantoso.wordpress.com/2012/12/03/mengenal-semiotika-michael-riffaterre/
Wiyatmi. 2008. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.

4 komentar:

  1. terima kasih atas postingannya yang bermanfaat, saya jadikan untuk referensi tugas menganalisis puisi ya kak:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama @riski yolanda
      Maaf baru bisa balas. Oz jarang buka blog. Hehehe...
      Semoga bermanfaat...

      Hapus
  2. Terima kasih banyak, sangat bermanfaat

    BalasHapus