Minggu, 16 Agustus 2015

Tugas Mata Kuliah Sejarah Sastra: Analisis Tema-Tema Sensitif dalam Kumpulan Cerpen Angkatan Tahun 2000an oleh mahasiswa PBSI IKIP PGRI Madiun


ANALISIS TEMA-TEMA SENSITIF
DALAM KUMPULAN CERPEN ANGKATAN TAHUN 2000AN
BERDASARKAN PENDEKATAN OBJEKTIF (TEMA) DAN FUNGSI
Oleh
Jayanti Dwi Lestari
14311041

A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Menurut Rachmat Djoko Pradopo (2007: 114-115), karya sastra tidak lepas dari penulisnya. Tidak lepas dimaksudkan bahwa penulis/pengarang telah mampu memberikan intensinya dalam berkarya. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam hakikat lain dikatakanlah pula bahwa karya sastra merupakan luapan atau penjelmaan perasaan, pikiran, dan pengalaman dari pengarangnya. Untuk itu dapat dikatakan bahwa karya sastra bisa saja dilakukan dengan adanya proses kreatif yang dimiliki oleh seorang pengarang. Proses kreatif pengarang ini biasanya dapat dijumpai pada sejenis atau beberapa karya sastra rekaan seperti novel atau cerpen. Sehingga dalam karya sastra tersebut banyak terdapat pemikiran-pemikiran baru yang diciptakan oleh pengarangnya. Hal itu dapat dilihat dari tema cerita yang disajikan seorang pengarang melalui kerangka pemikirannya, sehingga terciptalah cerita dengan berbagai tema yang variatif.
Jika dikaitkan dengan peride sastra maka dari tahun ke tahun tentu karya sastra mengalami perkembangan. Perkembangan ini dapat dilihat ketika proses pengarang dari generasi ke generasi saat memperkenalkan karya sastra yang dibuatnya. Karya sastra ini selalu menunjukkan berbagai tema dengan variasi pemikiran yang diciptakan pengarangnya. Untuk itu dalam analisis ini, penyaji akan menyuguhkan beberapa tema sensitif yang pernah diangkat pengarang di era tahun 2000an. Tema-tema sensitif ini tentulah berkaitan dengan cerita yang dianggap tabu, karena ceritanya sedikit vulgar dan beberapa mengarah kepada dunia seks perempuan dan laki-laki, ada pula yang menceritakan kehidupan gay atau homoseksual, biseks atau lesbian. Untuk mengetahui lebih lanjut objek yang akan diamati dalam kajian analisis tema sensitif ini, maka akan dijelaskan pada tahapan selanjutnya. 
2.      Objek Analisis
Objek analisis adalah sesuatu yang ingin dianalisis. Oleh karena itu, wujud yang tepat dalam kajian analisis ini penyaji memilih kumpulan cerpen. Sehingga yang terpilih dalam kajian ini tentulah beberapa kumpulan cerpen yang memiliki tema berkonotasi sensitif. Penyaji memilih dua sumber referensi yang akan dianalisis temanya. Referensi tersebut ialah kumpulan cerpen berjudul Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu.
3.      Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang dan objek analisis adalah sebagai berikut.
a.       Apa tema sensitif yang diangkat dalam kumpulan cerpen tersebut?
b.      Adakah perbandingan antara tema dalam kedua kumpulan cerpen tersebut?
c.       Apa fungsi tema sensitif bagi  masyarakat?
4.      Teori Analisis
Dalam pembahasan analisis ini penyaji memilih menggunakan teori dari Ambrams yakni pendekatan objektif. Pendekatan objektif adalah pendekatan yang menitikberatkan pada karya itu sendiri (Abrams dalam Partini Sardjono Pradotokusumo, 2005: 63). Menitikberatkan karya sastra itu sendiri dimaksudkan tentang unsur-unsur pembangun karya sastra tersebut. Oleh karena itu, yang digunakan pada pendekatan objektif hanyalah difokuskan kepada tema dan beberapa cuplikan penggalan teks yang mengacu di dalam penguatan tema tersebut.
Selain pendekatan Abrams yang mengacu pada tema, penyaji juga memilih teori fungsi. Teori fungsi ini berkenaan dengan fungsi cerita tersebut bagi masyarakat. Sehingga dapat diketahui pula karya sastra bertema sensitif pun dapat diterima oleh masyarakat.
5.      Metode Analisis
Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (Iskandarwasid dan Dadang Sunendar dalam V. Teguh Suharto, 2015: 77). Jadi jika metode adalah cara, maka dalam menganalisis penyaji membuat kerangka kerja terlebih dahulu. Kerangka tersebut meliputi dari objek yang akan dianalisis, kemudian apa yang ingin dicari dari objek tersebut atau biasa disebut dengan rumusan masalah, lalu setelah itu menentukan teori apa yang tepat untuk membahas rumusan masalah. Setelah serangkaian tersebut terpenuhi maka penyaji baru bisa melakukan analisis lebih lanjut.
Sehingga dalam hal ini objek yang akan dianalisis adalah kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. Dari kedua kumpulan cerpen tersebut didapat rumusan masalah berupa tema sensitif dalam karya tersebut, lalu perbandingan tema antara kedua sastra, baru kemudian fungsi tema sensitif di kalangan masyarakat. Setelah rumusan masalah didapat, maka teori yang tepat digunakan pendekatan objektif lebih kepada tema dan teori fungsi. Sehingga dari rumusan masalah akan mampu dijawab dan dibahas lebih lanjut melalui penggunaan teori yang dipilih dalam analisis.

B.     Pembahasan
1.      Tema Sensitif dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu
Cerita yang diangkat dalam kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso lebih menekankan kepada realita hubungan manusia yang rumit. Sebelum mengacu kepada pembahasan tema yang sensitif, maka analisis pertama ialah yang bersinggungan dengan judul kumpulan cerpen tersebut.
Perempuan Bersampan Cadik lebih terpacu pada cuplikan cerita berjudul Bulan Purnama, Perempuan Bercadar Bersampan Cadik. Di dalam cerpen tersebut menceritakan tentang seorang wanita bercadar yang menjadi budak juragan di suatu tempat. Kemudian, perempuan itu beserta kawan-kawan budaknya selalu dianiaya. Namun, wanita itu tidak pernah berhenti berdoa. Dia berkeinginan untuk bisa pulang ke halaman rumahnya. Tidak banyak yang bisa terbebas dan selamat sampai tujuan untuk kembali pulang ke rumahnya. Dengan doanya, wanita itu berhasil kembali ke kampung halaman rumahnya. Berkat seorang lelaki yang memberikan dia kuda untuk lari dari tempat juragan.
Dalam Bulan Purnama, Perempuan Bercadar Bersampan Cadik tidak begitu kental ke sensitifannya. Namun ada beberapa kata yang menunjukkan ke vulgaran. Berikut cuplikan teks mengenai kata-kata berseni vulgar.
“Tidak. Tidak mungkin. Masih ada satu lagi. Seorang gadis berusia belasan, ranum, yang tak mungkin mati bahkan jika orang-orang dari kalian begitu beringas memerkosanya.”
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 1)
                        Dari cuplikan teks tersebut dapat diartikan wanita tersebut berani mengatakan kepada lelaki yang menyelamatkannya bahwa sekalipun ada yang memerkosanya ia akan tetap selamat sampai tujuan. Namun, memerkosa ini dapat diartikan tentang dua hal. Memerkosa dalam artian menyiksa si wanita atau memerkosa dalam artian merenggut kesuciannya. Jika dianalisis lebih lanjut kemungkinan bisa mengacu kepada pengertian kedua karena ada cuplikan penggambaran lelaki yang menyelamatkanya sebagai berikut.
Lelaki pemberi kuda berdegup, jakunnya naik-turun. Hasrat kelelakiannya menggerunjal.
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 2)
                        Selain cuplikan tersebut ada satu lagi sebagai berikut.
...pemandangan telanjang tubuh-tubuh ranum. Meskipun, jika mau, siapa pun yang menatap tajam dan jeli ke arah kelaras tetap dapat melihat sekelabat tubuh telanjang yang sedang terguyur air.
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 5)
                        Maksud dari cuplikan di atas menggambarkan siapapun orang yang mau melihat tubuh telanjang wanita-wanita yang mandi di pemandian wanita budak tadi bisa saja dilakukan dengan menatap secara tajam. Dua teks tersebut menyatakan adanya kevulgaran dalam cerita Bulan Purnama, Perempuan Bercadar Bersampan Cadik. Meskipun adanya kesesuian judul cerpen dengan judul buku. Tidak berkemungkinan temanya sensitif, maka tema cerpen Bulan Purnama, Perempuan Bercadar Bersampan Cadik ialah wanita dengan perjuangan hidupnya.
                        Bila tidak menemukan tema sensitif antara kesesuaian judul buku dengan judul cerpen terpilih, maka langkah selanjutnya mencari cerpen yang lain dalam kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik. Sehingga dalam hal ini terpilihlah cerpen Om Zus, Sangkar Hitam Seekor Merpati, dan Ciuman Terpanjang yang Ditunggu yang akan dianalisis. Secara singkatnya Om Zus bercerita tentang seseorang atau keponakan Om Zus yang menceritakan Om Zus. Om Zus diceritakan sebagai seseorang yang selalu berangkat malam dan pulang subuh sebagai gay. Gay ialah seorang lelaki berdandan layaknya wanita dan bekerja memenuhi hasrat nafsu lelaki yang lain, dengan harapan gay itu mendapatkan upah dari hasil kerjanya. Tidak diceritakan detail mengenai perbuatan Om Zus dengan laki-laki yang dipenuhi hasrat nafsunya. Namun, lebih kepada penceritaan kebiasaan Om Zus yang diintip si keponakannya dan perbincangan Zus dengan rekan-rekannya yang tergambar bahwa Zus ialah seorang Gay.
                        Setelah Om Zus beralih ke Sangkar Hitam Seekor Merpati yang menceritakan tentang seorang wanita yang suka berhubungan biseks. Biseks ialah wanita yang melakukan hubungan seks dengan sesama jenisnya atau biasanya disebut dengan lesbi atau lesbian. Jadi ceritanya ada seorang wanita yang sudah menjalin rumah tangga dengan laki-laki. Namun, akhirnya cerai dengan suaminya karena wanita itu melanggar janjinya. Dia berjanji setelah menikah tidak akan melakukan kebiasaan buruknya itu. Tetapi, wanita itu tidak menepati janji. Dan akhirnya ia diceraikan oleh suaminya. Bahkan diceritakan pula ketika masa muda bukan hanya dengan sejenisnya wanita itu juga melakukannya dengan laki-laki. Berikut ada cuplikan teks mengenai kebiasaan wanita itu.
“Awas, kamu nanti kena Aids,” itulah canda yang sering keluar dari bibir Mas Sam.
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 43).
                        Dari cuplikan di atas maksudnya ialah si suami wanita mengkhawatirkan sang istrinya terkena aids karena si wanita diketahui ketika masa mudanya sering berhubungan seks dengan laki-laki dan juga dengan wanita yang sejenis. Perceraian itu terjadi karena pelanggaran wanita itu terbongkar melalui buku harian yang ia tulis, emailnya, dan smsnya dengan teman sejenisnya yang diketahui oleh suaminya. Dan kemudian wanita itu amat begitu menyesal tergambar dari dari teks dalam cerita yang menyatakan si wanita terbayang wajah suaminya dan anaknya ketika pulang dari sekolah yang selalu ia ciumi. Namun apa daya, kini wanita itu telah bersama teman sejenisnya, teman yang seringkali ia ajak biseks.
                        Lalu yang terakhir ialah Ciuman Terpanjang yang Ditunggu menceritakan tentang perempuan yang menunggu seorang lelaki yang pernah diciumnya. Diawali dari sebuah sms. Teks sms:
aku datang malam ini. seperti malam kemarin atau malam-malam di masa depan...
(Satmoko Budi Santoso, 2004: 47).
Sms itu membuat si wanita menunggu kedatangan lelaki, dan ketika lelaki itu datang ia ingin segera mencium bibir lelaki yang pernah ia cium tersebut. Namun, lelaki yang ditunggunya tak kunjung datang. Selain itu diceritakan pula wanita itu memang sering mencium lelaki yang dekat dengan dia. Dan diceritakan pula sanjungan para kaum lelaki terhadap dia akan semua ciuman yang pernah dilakukan si wanita. Tetapi, di akhir cerita ternyata wanita itu hanya menunggu dan terus menunggu. Sehingga itulah Ciuman Terpanjang yang Ditunggu wanita itu, karena apa yang ditunggunya tak jua datang.
                        Melalui ketiga cerpen di atas, ditemukanlah tema sensitif dalam Perempuan Bersampan Cadik. Pertama Om Zus bertema lelaki gay di malam hari. Kedua Sangkar Hitam Seekor Merpati bertema perempuan biseks yang terjebak. Ketiga penantian terpanjang wanita untuk mencium.
                        Setelah mengupas tuntas beberapa cerpen dan tema dalam Perempuan Bersampan Cadik, selanjutnya ialah membahas tentang tema pada kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. Diawali dari cerpen pertama yang jugaa sesuai dengan judul bukunya yakni Jangan Main-Main (dengan kelaminmu). Cerpen ini menceritakan tentang pengakuan keempat tokoh mengenai seorang lelaki yang sering bermain dengan kelaminnya dalam artian melakukan hubungan seksual dengan wanita lain dan juga istrinya yang sebenarnya semula hanya main-main. Namun, akhirnya ia tidak akan main-main lagi dan mengakui kesalahannya terhadap istrinya. Karena mau bagaimana lagi kalau istrinya sudah hamil. Meskipun istrinya itu tidak sedap dipandang. Dan wanita lain itu akhirnya bertindak tegas mungkin barangkali dalam artian meninggalkan laki-laki itu. Keempat tokoh tersebut ialah laki-laki yang main kelamin, teman laki-laki, wanita lain yang dekat dengan laki-laki yang suka main kelamin, dan terakhir istri si pemain kelamin yang tidak sedap lagi. Tidak sedap dalam artian wanita itu gemuk, cerewet dan tubuhnya banyak yang kendur berlemak. Berikut sedikit cuplikan yang menandakan adanya keempat tokoh yang terlibat dalam cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu).
Saya heran, selama lima tahun kami menjalin hubungan, tidak sekali pun ... . Bagi pria semapan saya, ...
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 1).

Saya heran, selama lima tahun mereka menjalin hubungan, tidak sekali pun ... . Tapi jika saya katakan hubungan mereka hanya main-main ...
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 1).

... . Ketika pada suatu hari ia terbangun dan terperanjat di sisi seonggok daging, ... . Saya butuh uang, ia butuh kesenangan. Serasi bukan? Namun begitu, saya sering menasehatinya supaya tak terlalu kejam begitu pada istri. ...
 (Djenar Maesa Ayu: 2007: 6-7).

Saya heran. Ternyata saya hamil. Padahal jarang sekali ia menyentuh saya. ... . Itu pun dengan lampu yang dipadamkan dan matanya pun selalu terpejam. ...
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 9-10).
                        Cuplikan di atas pertama pernyataan sang suami, kedua teman sang suami, ketiga wanita simpanan atau wanita gelap sang suami, dan keempat pernyataan dari sang istri. Untuk seni vulgar dapat dibuktikan melalui cuplikan berikut ini.
... . Bagi pria semapan saya, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin. Bayangkan! Berapa banyak main-main yang bisa saya lakukan dalam lima tahun.
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 1).

... . Tubuh tinggi semampai. Kaki belang. Rambut panjang. Leher jenjang. Pinggang bak gitar. Dan dua buah dada besar.
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 8).
Dari cuplikan di atas vulgar dapat dilihat cuplikan pertama sang suami atau laki-laki yang suka bermain-main kelamin (berhubungan seksual) dengan banyak wanita selama lima tahun. Cuplikan kedua ialah deskripsi sang suami mengenai fisik sang istri. Kata-kata yang dikatakan suami terkesan kata-kata yang vulgar sekali. Sehingga dua pembuktian telah menyatakan seni vulgar yang begitu vulgar dari pengarangnya.
Berkaitan dengan cerpen di atas ada beberapa cerita yang mendukung dalam penentuan tema sensitif ini, cerpen Mandi Sabun Mandi dan Payudara Nai Nai. Pertama Mandi Sabun Mandi menceritakan gambaran seorang lelaki pekerja kantoran yang sudah beristri seringkali melalukan hubungan seksual dengan seorang wanita bernama Sophie. Uniknya pengarang membumbui ceritanya dengan dialog antara meja dan cermin yang menjadi saksi perbuatan Sophie dengan beberapa laki-laki di kamar motel. Diakhir cerita, istri sang pekerja kantoran mengetahui adanya sabun mandi yang diselipkan Sophie di saku lelaki itu. Lelaki itu resah dan menelepon Sophie dikala Sophie sedang bercengkrama dengan lelaki lain. Berikut beberapa cuplikan penggalan teks yang menunjukkan adanya vulgar dalam cerpen.
... . Perempuan indo mengikuti dari belakang dengan tubuh masih telanjang. ...
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 19).

“Kok buru-buru? Enggak mau nambah?’ dengan manja perempuan indo membuka kembali resleting celana Si Mas.
(Djenar Maesa Ayu: 2007: 19).
            Kedua cuplikan teks di atas menyatakan adanya unsur vulgar dalam cerpen. Pertama menyatakan secara langsung bahwa tubuh perempuan telanjang, kedua perempuan membuka resleting Si Mas atau si laki-lakinya. Kedua cuplikan teks tersebut juga sebagai pembuktian adanya bahasa yang disampaikan pengarang secara vulgar.
Setelah Mandi Sabun Mandi adalah cerpen Payudara Nai Nai. Payudara Nai Nai menceritakan tentang seorang gadis bernama Nai Nai yang namanya jika diartikan dalam bahasa Mandarin ialah payudara. Nai Nai merasa dikucilkan awalnya karena ia memiliki payudara kecil. Diceritakan pula gambaran para remaja yang keluar dari batas normal, mereka berani melakukan perilaku seks sebelum dewasa. Hal tersebut membuat Nai Nai menjadi seorang wanita yang menyendiri, karena Nai Nai sama sekali tidak tahu tentang hal seperti itu sebab ia merasa tidak akan ada lelaki yang mau dengan dia dengan fisik yang seperti itu atau tidak memiliki payudara. Rasa penasaran Nai Nai yang tinggi menghantarkan ia hingga membaca buku-buku stensilan milik ayahnya yang biasa dijual oleh ayahnya. Terlalu sering membaca membuat buku-buku stensilan membuat Nai Nai membayangkan dirinya menjadi tokoh dalam buku tersebut. Singkat cerita, Nai Nai menjadi terkenal dengan kepiawaiannya dalam menceritakan isi dari buku-buku stensilan.
Serangkaian uraian di atas, maka beberapa tema yang diangkat dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu. Pertama, Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) tentang lelaki berhasrat seksual tinggi, Kedua Mandi Sabun Mandi tentang kelicikan dan kerapuhan hubungan gelap, dan ketiga Payudara Nai Nai tentang gadis dengan tekanan batin dan mendapat kebahagiaaan dengan cara kepadaiannya dalam bercerita seksual. Keseluruhan tema dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu dapat disimpulkan mengupas keseksualan.
2.      Perbandingan tema sensitif Kumpulan Cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu
Jika ditelaah lebih lanjut tema yang ditampilkan Djenar Maesa Ayu dalam kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) lebih vulgar dibandingkan dengan kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso. Keseluruhan tergambar dari penyajian cuplikan teks pada pembahasan sebelumnya. Meskipun pada Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso tidak terlalu vulgar, Satmoko Budi Santoso juga sudah berhasil menampilkan cerita-cerita panorama kehidupan dunia gay, biseks, dan bebasnya ciuman di kalangan sejumlah manusia. Sehingga tema kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso lebih variaif dibandingkan kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu yang hanya menampilkan lingkup keseksualan.
Walaupun ada perbedaan diantara kedua karya tersebut, yang jelas masing-masing karya memiliki unsur cerita yang berseni vulgar, bertema sensitif, mampu mengungkapkan hal-hal yang biasa dianggap tabu atau tidak layak diperbincangkan. Sehingga kedua karya tersebut tetaplah karya yang luar biasa di era 2000an. Karena kedua karya mampu menampilkan tema-tema yang berani. Tema-tema yang belum pernah ada di era tahun sebelum-sebelumnya.
3.      Fungsi karya tema sensitif bagi masyarakat
Fungsi karya sastra bertema sensitif mungkin bagi setiap kalangan manusia berbeda-beda. Dalam kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik menurut Dr. Dede Oetomo, sosiolog dan Ketua Asosiasi Gay Indonesia Cerpen menyatakan bahwa Satmoko Budi Santoso telah mengajak manusia untuk menyelami dunia sekitar yang penuh hubungan manusia yang rumit. Khususnya cerpen Om Zus dan Sangkar Hitam Seekor Merpati telah mengajak orang untuk berempati dengan laki-laki gay dan perempuan biseks yang bisa jadi adalah diri manusia sendiri dan itu memang suguh menggambarkan tipikal manusia saat ini.
Selain Dr. Dede Oetomo, Joni Ariandinata juga mengatakan Satomoko Budi Santoso termasuk orang yang berani dalam berkaya. Ia berani menampilkan karya-karya yang ganjil bertema sensitif (seperti dunia gay misalnya), atau beberapa karya cerpen Satmoko Budi Santoso yang lainnya yang semula terkesan biasa menjadi terkesan memiliki keunikan tersendiri bagi pembacanya.
Dari pengungkapan kedua tokoh tersebut menyatakan bahwa pengangkatan tema sensitif diperbolehkan keberadaanya. Karena karya tersebut pun memang merupakan gambaran masyarakat yang sudah terjadi di masyarakat sekarang ini. Sebelum menguraikan fungsi dari tema sensitif tersebut, penyaji akan membahas terlebih dahulu karya sastra selanjutnya, karya sastra Djenar Maesa Ayu kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan kelaminmu).
Richard Oh mengatakan karya sastra Djenar Maesa Ayu ini merupakan karya dengan penuturan yang baru. Penulis berhasil menyulap bahan yang sederhana menjadi cerpen yang original. Djenar Maesa Ayu mampu menampilkan bahasa penuturan sastra yang bebas dari embel-embel formalitas. Sehingga itu merupakan keoriginalan yang ditampilkan Djenar Maesa Ayu yang berbeda dari pengarang lainnya. Dan merupakan sesuatu yang baru di dalam berkarya sastra. Karena Djenar Maesa Ayu berani menampilkan tema kontroversial di masa sekarang ini.
Ungkapan Rirchard Oh di atas secara langsung ia pro terhadap karya Djenar Maesa Ayu. Karya Djenar Maesa Ayu merupakan karya yang originil, terbebas dari formalitas, bertema kontroversial dan sesuatu yang baru di dalam dunia sastra. Pada intinya, fungsi tema-tema sensitif bergantung kepada pembacanya. Namun, bila ditelaah melalui beberapa ungkapan tokoh. Adapun fungsi dari tema sensitif itu: mampu menjelaskan gambaran kehidupan masa sekarang. Selain itu bagi pembaca dapat diketahui tersendiri bahwa mengambil tema sesuatu yang tabu atau tidak layak dibicarakan diperbolehkan, mengungkapkan hal-hal tabu merupakan sesuatu yang baru di dalam berkarya sastra dan ternyata ada pula beberapa tokoh masyarakat yang mampu menerima karya bertema sensitif. Demikian penyaji membahas fungsi tema sensitif tersebut. Penyaji juga menyatakan mungkin karya sastra bertema sensitif bagi kalangan sastra wangi merupakan karya-karya yang sedikit bertentangan bagi genre sastra wangi. Dan kemungkinan memberikan dampak negatif bagi pembacanya. Namun, bagi penyaji merasa tidak perlu mempermasalahkan mengenai kedua aliran yang berbeda itu. Karena bagi penyaji, sastra itu bebas. Sastra bebas diciptakan oleh pengarangnya. Jika terjadi perubahan yang mempengaruhi pembacanya itu bergantung kepada masing-masing individu dalam memaknai dan menyikapinya.

C.    Penutup
Simpulan
Karya sastra merupakan karya yang bebas diciptakan oleh pengarangnya. Tema sensitif dalam kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu merupakan gambaran tentang kehidupan manusia di masa sekarang. Kedua karya sastra tersebut meskipun sama-sama bertema sensitif tetapi memiliki perbedaan dari bahasa yang diceritakan pengarang masing-masing. Kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso temanya variatif dan tidak terlalu vulgar. Sedangkan, Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu lebih vulgar dibanding kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso. Namun, temanya tidak terlalu variatif hanya seputar tentang keseksualan. Kedua karya tersebut menimbulkan pro dan kontra. Meskipun demikian terlepas dari pro dan kontra, kumpulan cerpen Perempuan Bersampan Cadik karya Satmoko Budi Santoso dan Jangan Main-Main (dengan kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu merupakan sesuatu yang baru dalam sejarah sastra karena berani menampilkan tema-tema sensitif yang belum pernah ada sebelumnya.

Daftar Pustaka
Djenar Maesa Ayu. 2007. Jangan Main-Main (dengan kelaminmu). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Partini Sardjono Pradotokusumo. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rachmat Djoko Pradopo. 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Satmoko Budi Santoso. 2004. Perempuan Bersampan Cadik. Jakarta: Grasindo.
V. Teguh Suharto. 2015. Pengantar Teori Belajar-Pembelajaran Bahasa dan Sastra Berbasis Pengalaman. Semarang: Widya Sari Press Salatiga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar